Advertise Box

Memoar: MOSKOW dan BAHASA RUSIA

 
Memoar
                                                 MOSKOW dan BAHASA RUSIA
Moskow yang saya kenal adalah Moskow pada permulaan tahun enampuluhan, tepatnya sejak 1961 ketika saya datang ke sana sebagai mahasiswa  yang belajar di fakultas sastra jurusan bahasa Rusia.Tapi untuk saya khususnya, Moskow adalah kota turis mahasiswa dan bukan sebagai yang seharusnya sebagai kota Mahasiswa karena selama di sana saya lebih banyak mengitari kota Moskow daripada duduk di bangku kuliah mendengarkan kuliah-kuliah yang diberikan para dosen dan professor. Tapi Moskow adalah juga kota besar bertaraf Internasional di mana kecintaan saya terhadap sastra atau dalam bahasa yang lebih sederhana perkenalan saya dengan dunia sastra menjadi terpaku dan melekat untuk selama-lamanya pada diri saya. Di Moskow saya mengenal lebih lanjut sastrawan-sastrawan dunia bangsa Rusia seperti Tolstoi, Anton Chekhov, Maxim Gorky, Turgenev, Pusykin, Lermontov, Mayakovsky dan masih banyak lain lainnya yang sama besarnya.
Tapi proses pengenalan saya dengan para sastrawa Rusia dan sastra Rusia adalah juga sebuah proses penderitaan dan kenikmatan serta kebahagiaan. Penderitaan adalah karena harus mempelajari bahasa Rusia yang termasuk tersukar di dunia untuk  dipelajari bahkan oleh orang Rusia sendiri. Tapi kenikmatan dan kebahagiaan itu datang ketika telah bisa membaca karya-karya sasta Rusia dalam bahasa aslinya. Untuk sebagian mahasiswa asing yang mempelajari bahasa Rusia, proses itu adalah  proses air mata dan keputus asaan. Betapa sukarnya bahsa Rusia itu hanya bisa dibayangkan kalau mempelajarinya sendiri. Tentu harus dikecualikan bagi orang-orang yang mempunyai bakat bahasa yang luar biasa.Dengan bakat bahasa yang biasa-biasa saja harus mengeluarkan banyak keringat dan aktivitas bahasa yang tinggi. Bahasa Rusia adalah sekaligus bahasa Intelektuil, bahasa rakyat, bahasa pak Tani dan buruh pabrik dan yang terpenting adalah bahasa sastra yang paling lengkap, paling kaya meskipun yang juga paling sukar dikuasai. Membaca karya karya Chekhov dengan gaya dan tema sederhana yang dalam terjemahan dalam bahasa sendiri sudah memberikan kenikmatan dan kepuasa sastra, tapi bila membaca dalam bahasa aslinya, kenikmatan dan kepuasan itu akan bertambah lebih banyak lagi dan pula Chekov tidak membatasi diri dengan tema-tema sederhana tapi menarik, dia juga banyak menulis novel-novel besar dengan tema-tema yang lebih rumit. Dalam karyanya "CORNEI MONAH" atau : "BIARAWAN HITAM" Chekhov mendapat pujian dari Tolstoi dengan kata-kata "Ah, betapa indahnya!" yang padahal sebelumnya Tolstoi sangat mencela karya-karya Chekhov sebagai sastrawan yang katanya tidak bernilai dan tidak bermoral. Dan bila ingin menikmati keindahan bahasa Rusia, bacalah karya-karya Lermontov dan bila  penggemar akrobat bahasa dan kalimat yang panjang-panjang bacalah Tolstoi. Apa yang tidak bisa dibikin dengan bahasa Rusia. Para sastrawan mereka telah membuktikannya. Meskipun bahasa Rusia saya sekarang sudah semakin aus dan menciut serta berbunyi menohok telinga seperti pintu yang tak banyak digunakan, tapi saya tida menyesal pernah mempelajari bahasa Rusia, bahkan hingga menjadi miskin dan terbuang seumur hidup karena pernah memilih klas yang dikalahkan dan tidak mau bangun kembali. Bahasa Rusia adalah harta saya yang semakin tidak berguna yang juga sejalan dengan kehancuran Sosialisme di Sovyet Uni masa lalu. Sekali  lagi saya tidak menyesal meskipun pernah memiliki modal yang tidak pernah berkembang yang ahirnya bangkrut dan cuma berharga sebagai kenang-kenangaan di masa lalu. Yang saya sesalkan adalah karena saya tidak punya perhatian yang cukup mempelajari bahasa Inggris dengan sungguh-sungguh dan telaten hingga bahasa itu sangat kurang saya kuasai tapi juga tidak membuat saya rendah diri karena kekurangan  itu, saya masih mendapatkan bahasa asing lainnya yang meskipun lebih kurang populer dari bahasa Inggris tapi saya dapatkan dari minat dan usaha saya sendiri.
Salah seorang dosen yang memberi pelajaran sejarah sastra dunia, dalam ujian yang saya harus tempuh dengan hasil mendapat angka yang tidak buruk tapi juga tidak pernah menghadiri kuliah-kuliahnya, dosen itu menuliskan angka empat (sama dengan angka delapan di sekolah-sekolah Indonesia)  sambil mengatakan: "Ini sebetulnya angka bahasa Rusia-mu karena kamu bisa mengatakan dengan benar tentang apa yang kurang kamu ketahui yang itupun menurut kesan saya cumalah pengetahuan dari pasar yang kamu peroleh".Kalimat panjang yang kurang enak itu harus saya telan karena mengandung kebenaran tapi juga saya masih mau mebantahnya: "asalkan ilmu, tidaklah penting dari mana dia didapatkan, di  pasarpun tetap berharga". Tapi dosen itu bilang: "tapi kan kamu datang ke Moskow untuk belajar di Universitas dan bukan belajar di pasar". Mendengar jawabannya itu kesombongan saya jadi kumat dan kembali menjawab: "Salah satu pasar saya adalah juga bibliotik Lenin yang saya kunjungi lebih banyak dari ruangan kuliah". Tentu dalam jawaban saya itu mengandung banyak hyperbola. Yang benar adalah gedung-gedung konsert dan opera serta kelayaban di kota Moskow. Ke bibliotik Lenin itu hanya kadang-kadang saja menjelang datangnya ujian-ujian.
Kembali ke Moskow. Sejak Moskow saya tinggalkan di tahun 1966, hingga sekarang saya tidak pernah mengunjunginya. Tapi saya yakin Moskow jaman saya itu sama saja dengan kota Tanjung Pandan tempat kelahiran saya yang telah hilang dimakan modernisasi dan dunia yang berubah ketika saya kunjungi di tahun 2000. Namanya masih ada, jasadnya suduh berubah sama sekali. Yang saya dengar dan ketahui dari media seperti TV dll-nya Moskow sekarang sudah bukan lagi milik rakyat Sovyet tapi sudah milik borjuis kapitalis, sudah menjadi kota para Milyarder di mana semua barang-barang mewah dan termahal di dunia diperjual belikan, telah menjadi kota kriminal Internasional, kota para mafia dan kota sasaran teroris. Sedangkan Moskow di jaman sosialisme, setiap orang asing bisa mengaku Moskow seperti ibu kotanya sendiri, sebagai ibu kota ke dua, sebagai kota Metropoklitan yang paling murah untuk dikunjungi dan dinikmati, sebagai kota budaya dunia yang tercapai untuk sebagian terbesar rakyat di negerinya. Bahasa Rusia yang termasuk lima bahasa dunia, ternyata hingga kini tidak lebih berkembang meskipun di PBB masih resmi tetap termasuk bahasa dunia. Minat Internasional terhadap bahasa Rusia tidak tampak menonjol, bahasa Inggris tetap saja bahasa dunia yang paling populer, paling banyak digunakan dan semakin banyak digunakan dan juga sebagai lambang kemenangan kapitalisme atas Sosialisme meskipun dunia kapitalis sekarang ini dalam keruntuhan dan kemerosotan terutama di bidang ekonomi. Moskow di jaman saya sudah masuk musium sejarah sedangkan Moskow moderen yang sekarang masuk kedalam pangkuan haribaan borjuis Internasional dan Kapitalis Neoliberal. Lagu "PINGGIRAN MOSKOW DI KALA SENJA" yang pernah populer  ke sluruh dunia, kini telah pudar dan dilupakan orang sejalan dengan matinya Sosialisme di Sovyet Uni di siang hari. MATI BUNUH DIRI yang diprakarsai oleh seorang penerima hadiah Nobel bernama Gorbachov. Sunghuh pantas hadiah itu dia terima berkat jasa-jasanya
Hoofddorp, 14 Mei 2011.
ASAHAN.

+ Add Your Comment

Sponsored by