Advertise Box

[ac-i] Re: Asahan dan Suar enggak suka sama Hersri

 



Terima kasih bung Nesare atas Fw-nya. Rupanya di luar Internet terjadi dialog-dialog seperti ini. Saya biasa berdialog terbuka di Internet. Dan saya memang terkejut ketika mengetahui bahwa Hilmar Farid pernah menyurati saya dan katanya saya tidak menjawab suratnya itu dan hanya memaki-makinya di di berbagai Mailing -list. Sekarang saya yakin seyakinnya  Hilmar Farid itu seorang pembohong atau lengkapnya seorang intelektuil palsu dan penipu. Saya tidak pernah menerima surat dari dia. Sungguh sayang seorang intelektuil muda (sekarang tentu sudah tua) Indonesia punya kwalitas seperti itu. Saya tidak mencuci maki dia tapi yang saya lawan adalah  pemikirannya yang anti Komunis, sinis terhadap para pemimpin PKI dan seperti Hersri Setiawan dan John Roosa sama-sama membenarkaan fitnah dan kebohongan suharto bahwa PKI terlibat sambil mendalangi G30S. Tidak penting seseorang itu menolak bahwa dirinya bukan propagandist orba suharto dan juga sambil"mengkritik"orba suharto, tapi yag penting apa yang dia sering-sering tulis dan nyatakan  bahwa PKI memang terlibat dan menjadi dalang G30S. Seorang tokoh besar Sosial Demokrat Rusia Doroliubov yang sangat progressif pada zamannya dan juga seorang politikus dan kritikus sastra Rusia yang besar dan brilyan di abad ke 19 mengatakan pada musuh-musuh polemik dan musuh politiknya: "Tidak penting apa yang kau maksudkan,   yang penting adalah apa yang telah kau tulis". John Roosa, Hersri Setiawan dan Hilmar Farid meskipun mereka tidak merasa sebagai propagandist Orba dan menolak tuduhan demikian tapi apa yang  mereka tulis sebagai sokongannya dan persetujuaanya dengan fitnah suharto terhadap PKI: " PKI terlibat  dan menjadi dalang G30S " yang pernyataan dan persetujuan bisu mereka dengan orba suharto telah terdokumentir oleh tulisan-tulisan dan  buku-buku mereka. Sudah tidak bisa dihapus. Mereka mutlak sudah tidak bisa membela diri: "ah itu bukan maksud saya". Semua itu akan batal hanya bila mereka menarik balik semua pendapat mereka yang menyokong fitnah dan tuduhan orba suharto dan meminta maaf secara terbuka di depan seluruh rakyat  Indonesia yang telah mengalami penderitaan yang luar biasa  akibat terror berdarah suharto yang membunuh 3 juta manusia plus penjara-penjara dan pembuangan Pulau Buru dan Nusakambangan dan juga penjara wanita Plantungan. Apakah tuduhan dan fitnah suharto itu bisa dianggap remeh  dengan akibat jatuhnya korban drama dan tragedi kemanusiaan yang begitu besar dan mengerikan? Dan sudah demikian masih ada juga orang-orang yang merasa "kiri" yang menyalahkan PKI dan menuduh PKI sebagai penyebab terjadinya terror yang dilancarkan suharto . PKI memang punya kesalahan dalam hal menempuh jalan damai meskipun dengan maksud baik, tapi soal terror yang dilancarkan suharto terhadap PKI itu sama sekali bukan kesalahan dan dosa PKI, bukan tanggung jawab PKI tapi adalah dosa dan tanggung jawab suharto bersama orbanya. PKI tidak membunuh seorang manusiapun dan hanya dibunuhi dan diteror suharto. Mengapa tuduhan kejam dan fitnah keji yang tidak ada taranya itu harus dibenarkan,  disahkan dan dipropagandakan oleh orang-orang seperti John Roosa, Hersri Setiawan dan Hilmar Farid?  Yang saya tidak suka adalah rezim suharto dan orbanya dan suharto bersama kroni-kroninya sedangkan pendukung gelapnya seperti tiga serangkai Roosa, Setiawan dan Farid cuma harus ditelanjangi kemunafikannya dan mereka sudah tidak bisa  disebut orang KIRI lagi karena mereka sudah meyebrang ke kanan meskipun mereka mungkin tidak merasa begitu:< tidak penting apa yang kau rasakan, tapi yang penting adalah apa yang kau perbuat >. Dan perbuatan mereka telah mereka tuliskan sendiri dalam banyak tulisan-tulisan mereka dan juga dalam buku mereka. Apakah masih perlu dibuktikan lebih lanjut?
 
Roosa, Hersri  dan juga Farid tidak pernah menanggapi tulisan-tulisan saya apalagi menulis surat. Mereka terlalu arogan untuk punya selera menanggapi tulisan saya seperti juga pernyataan Farid sendiri dalam tulisannya sekarang ini: "... saya tidak melayani lagi (dan memang tidak pernah dia layani .asahan) karena tidak ada manfaatnya..." Sebuah arogansi dari seorang "intelektuil besar" yang pandai menuduh lawannya sebagai tukang cuci maki sambil  dengan pongahnya  berceloteh: "tidak saya ladeni". Sebuah kecongkakan seorang intelektuil berpangkat S3 dan juga seorang sarjana sejarah tanpa diploma lainnya dari kelompok triumvirat yang diketuai seorang guru besar yang punya Ph.D. resmi made in U.S.A. tuan John Roosa.
Untuk saya, dilayani atau tidak dilayani, penelanjangan akan terus saya lakukan. Alasannya sederhana saja: tidak seharusnya membenarkan dan mempropagandakan fitnah dan kehongan suharto, apalagi hal iti dilakukan justru oleh orang-rang yang dianggap "kiri" dan terlebih lebih lagi oleh bekas PKI meskipun telah melalui pendidikan Pulau Buru atau seorang sarjana Indonesia keluaran Universitas Luar negeri (kapitalis pula).
ASAHAN.
 
----- Original Message -----
From: nesare
Sent: Thursday, May 26, 2011 6:55 PM
Subject: RE: Asahan dan Suar enggak suka sama Hersri

Kesan saya Om Bisai bukan mengidentikkan Hersri, Fay dan John sebagai Orbais.

Dia bukan hanya "menyerang" ketiga sosok ini, juga sosok2 kiri lainnya yang dikategorikan sebagai: Oporkaki (oportunis kanan kiri) PKI.

Anehnya dia o.k saja sama Asvi.

 

Pengalaman pahit hidupnya sangat mewarnai daya berpikirnya. Begitu juga ilmu yang dipelajari orang sekolahan akan mewarnai tulisannya.

Kedua dimensi ini seharusnya lebih dekat  untuk menghasilkan suatu produk yang mendekati kebenaran.

Jembatannya adalah komunikasi. Kalau komunikasi sudah tidak berjalan, hasil yang diharapkan niscaya akan minimal.

Pengalaman saya membentuk saya percaya bahwa orang asia itu lebih personal dibandingkan orang barat yang lebih rasional.

Enggak tahu apakah krn tidak bisa berpikir rasional dan terlalu personal ini membuat bangsa kita ini tidak bisa berdiskusi dan berdebat.

 

Bayangkan kalau kaum intelektualnya saja tidak bisa duduk baik2 dan ngobrol, gimana dengan masyarakat luasnya.

Kalah jauh generasi sekarang ini dibandingkan dengan jaman Orla yang level pendidikan formalnya hanya S1.

 

Salam

Renus

 

 

From: Baskara T. Wardaya [mailto:baskaramu@yahoo.com]
Sent: Thursday, May 26, 2011 10:11 AM
To: legowo@aol.com; Hilmar Farid
Cc: nesare@sbcglobal.net; heliarko@yahoo.com
Subject: Re: Asahan dan Suar enggak suka sama Hersri

 


Betul Fay, yang penting kita jangan pernah lelah untuk terus membantu masyarakat dalam menulis dan mengolah ulang sejarah Indonesia, apapun tantangannya. Mas Iwan, saya kenal cukup dekat dengan Pak Hersri. Menurut saya kehendak untuk mendukung Soeharto sepertinya tidak ada sama sekali pada beliau. Tragedi 65 adalah sebuah peristiwa kemanusiaan yang sangat dahsyat. Ada berbagai cara untuk mendekati dan menuliskkannya. Penting sekali kita menjadikan perbedaan-perbedaan yang ada untuk berdialog secara kritis dan saling memperkaya.

Saya juga cukup dekat dengan Pak Soemarsono. Beliau memang  kecewa dengan buku tentang Peristiwa Madiun yang ditulis oleh P. Hersri itu. Meskipun demikian saya belum tahu bagaimana konteks lahirnya buku itu dan penjelasan dari P. Hersri sendiri.

Semoga kita terus saling menyemangati dalam perjuangan dan misi bersama ini.
Terima kasih.







--- On Thu, 5/26/11, Hilmar Farid <hilmarfarid@gmail.com> wrote:


From: Hilmar Farid <hilmarfarid@gmail.com>
Subject: Re: Asahan dan Suar enggak suka sama Hersri
To: legowo@aol.com
Cc: nesare@sbcglobal.net, heliarko@yahoo.com, baskaramu@yahoo.com
Date: Thursday, May 26, 2011, 10:26 AM

Saya pernah mengirim surat kepada Asahan, menanyakan dasar tuduhannya dan sekaligus menjelaskan posisi saya soal G-30-S dan pembunuhan massal. Ia tidak menjawab langsung tapi menyebar surat saya dengan tanggapan yang penuh caci-maki dan hinaan melalui berbagai milis. Beberapa teman, termasuk mereka yang dipuji oleh Asahan sebagai sejarawan jujur dan bersih, menasehati agar saya tidak melayani lagi karena tidak ada manfaatnya bagi saya, Asahan, maupun tugas penting menulis ulang sejarah. Saya kira mereka benar.

Fay

On 5/26/11 10:40 AM, legowo@aol.com wrote:

Yang saya tahu, Bung Hesri mencoba menulis kembali sejarah. Tapi dia tidak dilengkapi dengan metoda dan disiplin sejarawan. Tulisannya sangat dipengaruhi pendapat dan pengalaman pribadinya, yang sangat berbeda dengan pendapat dan pengalaman teman-teman lainnya. Saya pribadi tidak percaya Hesri itu propagandis Suharto. Itu tidak mungkin! Apalagi Hilmar, yang saya (dan juga Romo Bas) kenal baik. Salam, Legowo

 

CC: Anakmu makin lama makin menggagumkan, ya. Bener-bener karunia yang tak ternilai untuk orang tuanya.




-----Original Message-----
From: nesare <nesare@sbcglobal.net>
To: Legowo <LEGOWO@aol.com>; 'Greg Heliarko' <heliarko@yahoo.com>; 'Baskara T. Wardaya' <baskaramu@yahoo.com>; Jeffrey Winters <winters@northwestern.edu>
Sent: Thu, May 26, 2011 2:34 am
Subject: Asahan dan Suar enggak suka sama Hersri

Sudah lama Om Bisai enggak suka sama Hersri.

Baru kali ini tahu Hersri lariin duitnya Ford Foundation (?).

 

Salam

Renus

 

 

 

Bung Asahan;

Terima kasih.  Perlu sama-sama kita membantah fitnah pemalsu sejarah ini.

Suar

--- On Thu, 5/26/11, ASAHAN <a.alham@kpnplanet.nl> wrote:


From: ASAHAN <a.alham@kpnplanet.nl>
Subject: Re: MEMBANTAH FITNAH PEMALSU SEJARAH
To: "Dian Su" <diansu6363@yahoo.com>
Date: Thursday, May 26, 2011, 4:30 PM



Salam hangat bung Suar. Tulisan bung  sangat berguna sebagai penyegar dan pencerah bagi kawan-kawan yang terus-terusan diserbu dan diracuni orba suharto dengan perang urat syaraf pembohongan dan pemalsuan. Sukarelawan-sukarelawan orang-orang bekas PKI seperti Hesri Setiawan, Hilmar Farid yang disamping murid murid John Roosa itu adalah juga propagandist suharto  sambil berpura pura mengkritik suharto. Hersri Setiawan yang sangat  saya kenal baik sudah lama menunjukkan kemisteriusan dirinya dan secara berangsur-angsur meledakkan dendamnya terhadap PKI dan para pimpinannya secara perlahan-lahan. Dia adalah hasil paling tipikal didikan musuh keluaran "Institut Pulau Buru"yang sesungguhnya penggendong bom bunuh diri untuk menghancurkan ideologi Komunis dan PKI. Terorist yang bersenjatakan kebohongan , fitnah serta pemalsuan ini memang tidak boleh dibiarkan terus menteror PKI dan Komunisme dari dalam. Dia sekarang hidup mapan di Indonesia dengan seorang istri muda yang sarjana Ph.D. Yayasan Sejarah Budaya Indomesia(YSBI) yang dia dirikan di Belanda dia tinggalkan begitu saja sesudah memboyong uang sumbangan Ford Fondation puluhan ribu Euro yang dia makan sendiri dan yang dia tinggalkan di Yayasan cumalah kotorannya sendiri.

Salam,

asahan.

----- Original Message -----

From: Dian Su

Sent: Wednesday, May 25, 2011 2:59 AM

Subject: MEMBANTAH FITNAH PEMALSU SEJARAH

 

Suar Suroso:

MEMBANTAH FITNAH PEMALSU SEJARAH

Kesempatan ulang tahun ke-91 PKI dipergunakan Hersri Setiawan, menyebarluaskan tulisannya berjudul Peristiwa G30S 1965: mengapa dan bagaimana. Sangat menyolok didalamnya Hersri mjengajukan pendapat bahwa mistifikasi harus diakhiri Mistifikasi atau pembohongan tentang Peristiwa '65 tidak boleh dibiarkan terus meracuni sejarah bangsa, dan harus segera diakhiri demi masadepan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Maka ditulisnya antara lain:

"Dari sudut politik gerakan G30S dipimpin oleh sebuah Dewan Militer yang diketuai D.N. Aidit dan Syam Kamaruzzaman selaku wakil; Kolonel A. Latief sebagai pimpinan operasi militer, dan Letkol Untung Samsuri sebagai pimpinan gerakan. Gerakan bermarkas di rumah Sersan (U) Suyatno, di komplek perumahan AURI di Pangkalan Udara Halim. Dengan perhitungan aksi militer itu akan dilaksanakan oleh para perwira militer sendiri, terlepas dari partai, pada sidang Politbiro dalam bulan Agustus 1965 sepakat untuk memberikan dukungan politis.

 

Untuk itu Aidit lalu membentuk satu tim khusus yang dipilih dari anggota-anggota Politbiro, untuk membahas dengan cara-cara apa partai akan mendukung para perwira itu. Sejak gerakan dimulai semua wewenang Politbiro diambil-alih oleh Dewan Militer tersebut di atas. Semua instruksi politik yang dianggap sah, hanyalah yang bersumber dari Dewan Militer. Tapi karena cara-kerja pengorganisasiannya tidak berjalan sesuai dengan rencana, maka tanda-tanda kegagalan gerakan segera menampak, maka Dewan ini pun tidak lagi berfungsi. Dalam keadaan demikian agaknya Aidit 'mundur', kembali teringat pada kejayaan partainya ketika dipimpin trio: Aidit-Lukman-Njoto. Ia lalu membagi tugas: Aidit memimpin perjuta di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Lukman memimpin gerakan bawah-tanah di ibukota, dan Njoto -- dimanfaatkan hubungan baiknya dengan Soekarno – ditugasi untuk memelihara legalitas partai dengan tetap menjalankan fungsi kenegaraan sebagai menteri.

 

Dewan Militer tidak lagi berfungsi. Pasukan pendukung gerakan G30S dan Dewan Revolusi tercerai-berai ibarat sapulidi tanpa simpai. Untung Samsuri sendiri tertangkap di Tegal, dalam pelariannya dengan naik kendaraan umum bis. Semua tidak tahu apa yang harus dikerjakan kecuali mencari jalan sendiri-sendiri menyelamatkan diri. Juga DN Aidit, atas perintah Syam, segera terbang ke Yogya dengan bantuan pesawat AURI. Syam sendiri segera menghilang tanpa meninggalkan sepatah instruksi apa pun kepada kawan-kawannya, dan tidak seorang kawan pun tahu di mana dia berada – sampai ia ditangkap di daerah Jawa Barat tahun 1967" .

 

Bahagian tulisan Hersri ini cukup mempesona, bermanfaat mendiskreditkan pimpinan tertinggi PKI, Aidit, Lukman dan Njoto. Dan bermanfaat membuktikan keterlibatan PKI dalam G30S dan bahwa PKI adalah dalang G30S. Dan Hersri mendemonstrasikan kebobrokan pimpinan tertinggi PKI yang penuh pertentangan.  Pertentangan Aidit – Njoto demikian didramatisir, hingga Politbiro tidak pernah bersidang.

 

Mendiskreditkan pimpinan PKI adalah sesuatunya yang sangat diinginkan Suharto dan CIA. Sesuatunya yang sangat diperlukan untuk menuntaskan pembasmian PKI sampai keakar-akarnya. Tapi Hersri yang berlagak mau melenyapkan kebohongan, dia berbuat sepenuhnya menggunakan kebohongan. Tulisannya diatas tidaklah didasarkan pada kenyataan. Tak bisa dibuktikan kebenarannya Ini adalah karangan buah khayal renungannya. Sudah banyak buku yang ditulis menunjukkan bahwa PKI tidak terlibat dalam G30S apalagi dalang G30S.

 

Perlu dicatat, bahwa Politbiro yang oleh Hersri dinyatakan tak pernah lagi bersidang, justru di tahun 1966  mengeluarkan dokumen-dokumen historis berjudul: JUNJUNG TINGGI NAMA DAN KEHORMATAN KOMUNIS, Pesan Politbiro CC PKI 23 Mei 1966; MENEMPUH JALAN REVOLUSI UNTUK MEWUJUDKAN TUGAS-TUGAS YANG SEHARUSNYA DILAKSANAKAN OLEH REVOLUSI AGUSTUS 1945 , Statement Politbiro CC PKI 17 Agustus 1966; TEGAKKAN PKI YANG MARXIS-LENINIS UNTUK MEMIMPIN REVOLUSI DEMOKRASI RAKYAT INDONESIA, Otokritik Politbiro CC PKI September 1966. Dokumen-dokumen ini menunjukkan prestasi Politbiro CC PKI ketika itu. Bagi generasi muda sangat berguna dipelajari untuk mengenal dan memahami sejarah serta tujuan perjuangan PKI.

 

Saluut kepada para anggota Politbiro CC yang dengan setia mengabdi Partai sampai mengorbankan jiwa raga !

 

Hersri bukan hanya kali ini berbohong.Tahun 2002, dengan dana Ford Foundation, Hersri menerbitkan buku berjudul NEGARA MADIUN Judul buku ini menunjukkan keragu-raguan tentang eksistensi Negara Madiun. Tapi isinya memaparkan pandangan, bahwa PKI melakukan pemberontakan di Madiun dan mendirikan Negara Madiun. Buku ini sempat dipakai Sabam Siagian untuk menuding PKI bersalah dalam Peristiwa Madiun. Dengan buku PERISTIWA MADIUN: REALISASI DOKTRIN TRUMAN DI ASIA terbitan Hasta Mitra 2010, saya telah membantah pandangan Hersri ini. Dengan data dan fakta dipaparkan dalam buku itu, bahwa Peristiwa Madiun bukanlah pemberontakan PKI, tapi adalah pelaksanaan Doktrin Truman, yaitu the policy of containment, politik pembasmian komunisme sejagat; maka mendahului Peristiwa ini, dengan menggunakan Partai Masjumi untuk beroposisi, Amerika berhasil menggulingkan pemerintah Amir Sjarifuddin, kabinet koalisi yang didukung PKI. Dalam Peristiwa ini tokoh-tokoh utama pimpinan PKI terbunuh, termasuk Amir Sjarifuddin dan Musso.

    

Mengenai buku NEGARA MADIUN? , Pak Soemarsono dalam bukunya REVOLUSI AGUSTUS Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah menulis: "Saya didatangi seorang penulis, sebenarnya teman setahanan di penjara Salemba juga. Dia kemudian dibuang ke Pulau Buru. Namanya Hersri yang waktu saya ke Belanda dia masih bermukim di  sana setelah bebas dari tahanan. Suatu ketika di Jakarta dia datang ke rumah atas permintaan Arief Budiman. Rupanya Hersri diminta oleh sponsor penyandang dana – entah siapa (Ford Foundation SS) --, menjumpai saya. Ia boleh dikata masih muda. Ngomong-ngomong, ia ceritera soal Tiongkok. Lalu saya tanggapi, bagus ceritanya. Saya bicara teori, ia mengerti juga. Saya seneng. Saya percaya, yah boleh saja saya diwawancarai. Sampai mencapai duapuluh tiga atau duapuluh empat kaset rekaman, maksudnya sebagai bahan untuk menulis buku mengenai saya. Benar juga. Buku mengenai saya terbit pada akhir September 2002, tetapi tanpa persetujuan saya. Karena saya pernah diwawancarai mestinya saya ditanyai dulu atau mendapat kesempatan baca sebelum bukunya beredar. Tapi ini tidak. Mula-mula kesan saya cuma tidak etis saja menurut kode etik penerbitan. Ternyata tidak itu saja. Setelah saya pelajari, lho isinya kok ngalor-ngidul – ke sana ke mari – tanpa arah kayak begini. Ngalor-ngidul itu, nggak sesuai dengan apa yang kami omongkan bersama. Ia ada pakai dokumen-dokumen waktu saya ditahan Belanda di Semarang dan di Jakarta, lalu juga komentar dari radio Nefis dari Surabaya. Barangkali supaya kelihatan otentik, hasil kerja riset. Keterlaluan."

 

"Buku yang beredar mengenai saya itu pada kulit muka pakai gambar saya, Soemarsono. Titel bukunya 'Negara Madiun ' Wah titelnya itu sendiri sudah aneh kan. Wong Peristiwa Madiun  itu kemana pun dan di mana pun saya berada , saya selalu katakan itu bukan pemberontakan – met of zonder tanda-tanya yang insinuatif itu. Kepada siapa saja, di negeri Belanda, di Radio Hilversum, di mana saja saya bicara tentang Peristiwa Madiun, tegas saya katakan: Itu bukan pemberontakan, di Leiden saya juga ngomong begitu".

 

Pemalsuan sejarah menjadi bersimaharajalela selama rezim Orba Suharto kuasa. Pemalsuan sejarah tidak tanggung-tanggung. Sampai-sampai Noegroho Notosoesanto menulis, bahwa Pancasila bukanlah hasil galian Bung Karno. PKI adalah dalang G30S. Penulisan sejarah yang demikian jelaslah menghasilkan pembodohan bangsa. Karya-karya sederetan pemalsu sejarah seperti Victor Miroslav Fic, Jung Chang, J.A..Dake, Noegroho Notosoesanto dsb  bertebaran luas. Ini meracuni fikiran generasi muda kita.

 

Demi membasmi kekuatan kiri di dunia, membasmi komunisme, RAND Corporation, dan Ford Foundation yang jadi tangan-tangan utama CIA menyediakan dana besar-besaran untuk membiayai penulisan sejarah yang dipalsu.

 

Di kala bangkrutnya rezim orba Suharto yang dibangun diatas dasar kebohongan demi kebohongan, generasi muda Indonesia sedang bangkit membuka mata, mempelajari sejarah bangsa atas dasar cari kebenaran dari kenyataan. Janganlah dibiarkan para pemalsu sejarah menguasai penulisan sejarah bangsa! 25 Mei 2011.

 

 

__._,_.___
Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by