Advertise Box

Aidit Pelita Nusantara ? - Catatan A.Kohar Ibrahim

Facebook 21 Mei 2011
 
 
Aidit Pelita Nusantara?
 
 
Catatan Dari Brussel
 
Oleh :
 
A.Kohar Ibrahim
 
 
 
SIAPA sesungguhnya D.N. Aidit? Salah satu sosok tokoh putera Indonesia terbaik ataukah monster? Kenapa dia dibunuh  begitu cepat?  Ada konstatasi, bahwa tujuan utama pembunuhan atasnya pada awal kudeta kaum militeris pimpinan Jenderal Suharto itu adalah dalam rangka untuk memadamkan gerakan dan pengaruhnya yang besar di arena perpolitikan Indonesia. Suatu aksi keji selaras garis kontra revolusi mondial pimpinan Amerika Serikat.
 
D.N. Aidit dibunuh begitu saja, dengan segala tuduhan yang amat keji yang me-monster-kannya. Tanpa proses pengadilan untuk mempertanggungjawabkan atau memberi penjelasan peran apa yang dijalankan di arena perpolitikan selama hidupnya. Dan peran apa dalam Peristiwa 30 Septermber 1965.
 
Benarkah D.N. Aidit itu personifikasi dari segala yang kejam keji lagi membahayakan rakyat, bangsa dan negara Indonesia? Dengan gerakan sosio politiko budaya yang dipimpinnya? Terutama sekali sebagai Ketua CC Partai Komunis Indonesia? Yang juga sebagai Menteri Negara Republik Indonesia?
 
Menilai orang  terutama sekali bukan dari omongannya, melainkan dari perbuatannya yang nyata. Begitulah halnya Aidit. Jejak langkah dan gerakan politik di bawah pimpinannya, terutama sekali PKI, belum terbuktikan telah beritikad jahat dan melakukan kejahatan atau apalagi kekejaman terhadap rakyat Indonesia seperti yang dituduhkan oleh lawan-lawan politiknya. Tuduhan seolah-olah, kalau Adit dan PKI-nya memegang kekuasaan politik di Indonesia, maka hanya kekejaman dan derita sengsara atau  malapetaka sajalah yang akan tiba.
 
Tuduhan itu seperti halnya ketakutan akan "hantu komunis" tidak terbuktikan. Yang telah terbuktikan akan kejam dan jahatnya membuat rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia menjadi amburadul dengan segala derita-sengsaranya justeru adalah  pihak yang memusuhi Aidit sekalian pendukung politik Bung Karno! Yaitu rezim Orde Baru pimpinan Jenderal Suharto dengan gerbong-gerbong pendorong politiknya.
 
Yang pasti, D.N. Aidit terutama sekali adalah putera Indonesia yang insan politik. Dengan jelujur benang-merahnya yang mengabdi wong cilik. Gerakan  yang dipimpinnya melingkupi  bidang kehidupan sosio budaya yang luas. Terbukti dari keluasan perhatian dan keterlibatannya dalam kehidupan, seperti pemuda, wanita,  buruh, tani, nelayan, intelegensia dan kebudayaan. Terbukti dari karya tulis berupa esei-eseinya mengenai beragam bidang kehidupan, dari falsafah, kemasyarakatan sampai kepada bidang kebudayaan. Seperti yang dipidatokannya dalam Konfernas Sastra dan Seni Revolusioner. Terbukti juga, dan ini yang menarik perhatian saya, dari seberkas karya puisinya.
 
Dalam kesempatan ini, bukan maksud saya untuk mempersoalkan falsafah, teori dan garis politik D.N. Aidit dengan PKI-nya. Dengan segala segi atau seluk beluknya, bukan saja yang saling berkaitan dengan kehidupan gerakan nasional, tapi juga gerakan internasional itu. Seperti Gerakan Komunis Internasional. Yang juga dengan segala macam ragam sekalian lika-lukunya.
 
Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin mengangkat D.N. Aidit sebagai salah seorang putera Indonesia. Sebagai  insan politik yang bercita-cita tinggi. Sebagai manusia yang berjuang untuk memanusiakan manusia. Sebagai insan politik kiri yang nasionalis mengaspirasikan sosialisme bahkan komunisme di kemudian hari yang entah kapan! Tapi yang dalam kehidupan nyata dan dalam tindakannya, Aidit adalah pendukung garis politik Bung Kanro yang anti-feodalisme dan anti-nekolim demi mencapai kemerdekaan penuh dan sosialisme ala Indonesia.
 
Dengan sikap dan pendirian demikian teriring jejak-langkah kongkretnya itulah dia menjadi tokoh nasional sekaligus juga internasional. Yang selaras dengan nama yang disandangnya, yakni Dipa Nusantara Aidit. Pelita Nusantara. Terutama sekali sebagai pelita wong cilik alias massa luas rakyat Indonesia. Karena memang untuk itu dia telah berjuang sejak muda yang dimulai dari dan sebagai akar rumput. Dengan segala suka duka dan lika liku jalan perjuangan hidupnya. Dalam kaitan ini, ada baiknya apa yang kami utarakan dalam "Ziarah" ( Kreasi nomor 17) itu, berdasarkan bahan-bahan yang saya terima dari Sobron, sekalian ingatan saya sendiri, disimak sebagai bahan pertimbangan apa adanya.
 
Aidit dilahiran di Medan 30 Juli 1923. Ayahnya yang bekerja sebagai sebagai pegawai rendah di jawatan kehutanan Belanda  di Tanjung Pandan Belitung, berudaya upaya keras untuk menyekolahkannya ke Betawi pada tahun 1936. Pada usia 17 tahun Aidit mampu berusaha sendiri membiayai sekolahnya di Sekolah Dagang (Handelschool) dengan mendirikan Pustaka Antara.
 
Sudah sejak masa muda Aidit giat dalam gerakan kemerdekaan nasional  demokratis. Pada tahun 1939 menjadi ketua Persatuan Timur Muda, dan tahun 1940 menjadi salah seorang pemimpin GERINDO. Pada tahun 1942, tahun pertama pendudukan Jepang, Aidit terpilih sebagai wakil ketua Persatuan Buruh Kendaraan, salah seorang penyelenggara kursus politik "Generasi Baru" hingga 1943, pada saat mana ia menjadi anggota PKI bawahtanah.
 
Sebagai anggota pendiri gerakan anti fasis bawahtanah bernama GERINDON, pada tahun 1944 ia masuk Barisan Pelopor di bawah pimpinan Sukarno. Pada tahun 1945 aktip dalam Pemuda Angkatan Baru dan ambil bagian dalam peristiwa peristiwa penting menjelang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Aidit juga memimpin API cabang Jakarta. Kerna aktivitasnya itu ia ditangkap Jepang.  Kemudian berhasil meloloskan diri, meski segera tertangkap tentara Inggris (Sekutu) dan diserahkan kepada Belanda. Dibuang ke pulau Undrus, lalu dibebaskan berkat hasil perundingan antara penguasa pendudukan Belanda dan pemerintah Indonesia.
 
Setelah bekerja di CC PKI pada tahun 1946, Aidit terpilih sebagai anggota CC dalam Kongres Keempat PKI tahun 1047. Pada masa itu juga ia ditunjuk sebagai ketua fraksi komunis pada sidang sidang pleno KNIP. Pada tahun 1948, menjadi sekretaris dewan eksekutif Front Demokrasi Rakyat (FDR), organisasi gabungan yang terdiri dari Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh dan PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia -- dalam mana Aidit sebagai anggota comite eksekutip).  Pada tahun yang sama ia terpilih sebagai  calon anggota kemudian anggota politbiro CC PKI, dan anggota sekretarisnya. Aidit mendukung Musso dalam pembangunan kemabli partai menurut garis "Jalan Baru".
 
Setelah Peristiwa Madiun (September 1948), selama beberapa bulan Aidit melawat ke luarnegeri: di Vietnam ia berjuang bersama-sama Vietminh, dan di Tiongkok, di mana, dalam bulan Nopember 1949 ia bersama Lukman menghadiri Konferensi Serikat Buruh Australia-Asia yang dilangsungkan di Peking. etika kembali ke Indonesia tahun 1950, dalam usia 27 tahun, Aidit menikah dengan seorang dokter wanita bernama Tanti dengan siapa ia memperoleh lima anak.
 
Dalam pada itu Aidit bertugas di bagian agitprop politbiro, terutama pengelolaan majalah duabulanan "Bintang Merah".  Dengan mana bersama-sama Lukman, Nyoto dan Peris Pardede, ia memberi pengarahan baru yang kritis sekali terhadap pimpinan PKI. Tendensi ini segera mewujudkan diri, dan pada 7 Januari 1951, CC baru terpilih dan politbiro baru memimpin PKI: 5 anggotanya adalah Aidit, Lukman, Nyoto, Sudisman, Alimin. Aidit menjadi sekretaris pertama CC dan atas kebijaksanaannya PKI menerima politik Front Persatuan Nasional.
 
Sesudah berlangsungnya tindakan anti-komunis pemerintahan Sukiman dalam bulan Agustus 1951 -- saat ia dan kawan-kawan lainnya mesti meneymebunyikan diri demi terhindar dari ancaman bahaya -- pada bulan April 1952 Aidit mengambil kebijaksanaan agar supaya PKI mendapat dukungan massa seluas mungkin. Dalam sidang pleno CC Oktober 1953 Aidit terpilih sebagai Sekretaris Jenderal dengan wakil-wakilnya Lukman dan Nyoto. Kedudukan ini dipakukan dalam Kongres Ke-V PKI bulan Maret 1954.
 
Garis kepemimpinan Adit untuk mendapatkan dukungan massa yang luas ternyata membawa hasil yang positip dan terbuktikan dalam pemilu 1955. PKI keluar sebagai salah satu pemenang besarnya. Maka kita jadi segera memahami, kenapa pada masa itu Aidit menulis sajak masing-masing berjudul "Lumpur Dan Kidung" (Jakarta, makam 27 Januari '55):
 
 
Lumpur Dan Kidung
-- Hanya inilah jalannya --
 
sepatu setengah usang membenam dalam lumpur / menuju teratak
air menetes dari atap / membasahi kekayaanku yang paling berharga
pengalaman jerman inggris perancis rusia / tiongkok dan banyak lagi
hasil pemikian putera-putera dunia terbaik / temanku nyenyak kembali setelah membuka pintu / kesunyian di luar membantuku
makin dalu makin jauh tenggelam / ingat aku akan sumpah setia pada ajarannya
kokok ayam jantan tak mengagetkan / siang dan malam sama saja
jalan yang ditunjukkannya selamanya terang / kita pasti akan sampai ke ujung jalan ini
dimana tak ada sepatu usang / dimana tak ada lumpur membenas
dimana tak ada teratak bocor / tapi hanya inilah jalannya
 
Coba perhatikan pula betapa perhatian dan keyakinan akan gerakan dan organisasi yang dipimpinnya, sekalian optimisme bagi haridepannya, seperti yang diungkap-sajikan dalam sajak  "Kini Ia Sudah Dewasa" (menyambut ulang tahun ke-35 PKI, 23 Mei 1955) seperti berikut:
 
35 tahun yang lalu / Ia lahir / dengan kesakitan / Klas termaju / sebagai anak zaman / yang akan melahirkan zaman
Ia tahan taufan / dan tak lena karena sepoi / ia menyusup di hati rakyat / lebih dalam dari laut Banda / Ia menghias hidup / lebih indah dari sunting cempaka
Ia dihidupkan oleh hidup / tahan teror dan provokasi / dulu, sekarang dan nanti / Ia Antaeus, anak Poseidon / tak terkalahkan selama setia pada bumi / Ia anak zaman yang akan melahirkan zaman / Kini ia sudah dewasa.
 
Begitulah muatan perasaan dan pikiran serta imajinasi Aidit yang dituangkan dalam bentuk puisi berupa sajak yang ditulisnya tahun 1955. Selaras situasi dan kondisi kehidupannya sekalian kehidupan organisasi yang dipimpinnya sendiri: PKI.  Salah satu partai politik yang mendapat dukungan yang besar dari pemilu 1955 itu.
 
Sebagai kelanjutan dari hasil pemilu pertama itu, Aidit menjadi anggota Parlemen dan anggota Konstituante (dibubarkan tahun 1959). Dari pengalamannya duduk di kursi institusi resmi, menghadiri sidang-sidang lembaga negara, maka dari kesaksiannya itulah antara lain dia menyusun sajak berjudul "Tembok Granit" (kepada "Dewan-dewan Partikelir" dalam Munas) pada tanggal 15 September 1957, seperti berikut:
 
Dengan ujung bayonet itu / kau naikkan sikepala batu / duduk bersama rakyat dan aku / Kau harap dapat menghambat / sejrah yang jalannya cepat / tak tahu kaulah yang kan kiamat
Kau mau ulangi cerita usang / tentang Negro empatlapan / tentang Magelang dan Ngalian / kau lupa Amir dan Haji Bakri / lupa para petani bagi-bagi tanah / di Wonogiri dan Boyolali
Derap sepatu sejarah / akan injak-injak sikepalabatu / dan bayonet itu akan patah / tembok granit lebih keras / dari tengkorak batu / tembok granit rakyat bersatu.
 
Muatan politis baris-baris sajak tersebut memang kental sekali. Karena yang diungkapkannya adalah peristiwa-peristiwa yang mencengkam berbau trali besi, keringat dan darah rakyat sekalian pemimpin-pemimpinnya yang mesti berhadapan dengan ancaman maut kaum "kepalabatu" dengan "dewan-dewan partikelir"-nya. Yakni kaum militeris yang merongrong persatuan bangsa dan kesatuan  negara Republik Indonesia. Dengan politik pecah belah sampai pada pemberontakan-pemberontakan separatisnya yang mendapat dorongan dari kekuatan kaum nekolim.
 
Sebagai sosok tokoh nasionalis sekaligus internasionalis yang menyandang nama Pelita Nusantara, menghadapi situasi demikian Aidit semakin konsekwen berjuang dengan memberi dukungan pada garis politik Presiden Sukarno. Yang juga telah dengan sukses menjadi tuanrumah bagi terselenggaranya Konferensi Bandung (1955) dan mendapat julukan kampiun gerakan kebangkitan bangsa dan rakyat Asia-Afrika dalam perjuangannya untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme. ***
 
Catatan :
Naskah ini dari Kumpulan Esai CdB – Catatan Dari Brussel – yang  saya susun dalam tahun 2003-2004, telah disiar beberapa media massa. Saya siar ulang sebagai pelengkap dari naskah berjudul ZIARAH – Kreasi N°17 yang disiar ulang Facebook 21 Mai 2011. Sebagai pengganti isi Biodata dari tiga penulis bersaudara Asahan-Sobron-DN Aidit tersebut.
 
 
 

__._,_.___

+ Add Your Comment

Sponsored by