Advertise Box

Re: [INDONESIA-Geographic] File : Melebur dengan Alam di Pulau Peucang

 

Masya Allah indah banget ya disana ,klo perjalanan sekeluarga pake mobil pribadi memungkinkan nggak ya nanti taro mobilnya dimana?

ήîςξ ˚⌣˚ šЂаґЁ ,:)..τнänκ >̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴͡ чoü.. :)

Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: "Sutanto" <tanto@mediapalette.dentsu.co.id>
Sender: Indonesia-Geographic@yahoogroups.com
Date: Wed, 25 May 2011 09:43:47 +0700
To: Tamasya<tamasyaclub@yahoogroups.com>; Nature Trekker<nature_trekker@yahoogroups.com>; Indonesia Geographic<Indonesia-geographic@yahoogroups.com>
ReplyTo: Indonesia-Geographic@yahoogroups.com
Subject: [INDONESIA-Geographic] File : Melebur dengan Alam di Pulau Peucang

 

Melebur dengan Alam di Pulau Peucang
Rabu, 25 Mei 2011
HERAJENG GUSTIAYU - Langit dan laut seakan tidak terbatas.
HERAJENG GUSTIAYU - Welcome to the Jungle!
HERAJENG GUSTIAYU - Rusa-rusa bebas berkeliaran di Pulau Peucang.
HERAJENG GUSTIAYU - Pulau Peucang.

TERKAIT:

JANGAN percaya jika ada yang bilang kalau di Ujung Kulon harus berkemah! Saya salah satu korbannya. Saya kira karena Ujung Kulon termasuk Taman Nasional, maka pengunjungnya, ya harus "bersatu dengan alam" alias berkemah di alam terbuka. Salah seorang teman jalan saya yang tidak tertarik berkemah pun menolak untuk ikut perjalanan kali ini karena alasan tersebut.

Ternyata di Taman Nasional Ujung Kulon ini terdapat banyak pilihan akomodasi dari bungalow ekslusif hingga penginapan seadanya yang satu atap dengan hewan-hewan liar. Satu atap? Ya, karena bentuknya yang seperti rumah panggung, maka banyak hewan yang juga tidur di bawah rumah.

Perjalanan kali ini diilhami seorang teman yang mengajak untuk turut serta ke Ujung Kulon bersama sebuah komunitas backpacker bernama Backpacker's Indonesia (BPI), yang salah satu pencetusnya adalah Pak Priyo dan Mbak Okta.

Baru kali ini saya mengikuti perjalanan dengan sebuah komunitas, biasanya hanya bersama teman-teman dekat. Jika melakukan perjalanan dengan sebuah komunitas, semua jadwal perjalanan, akomodasi, makanan, dan lain sebagainya telah diurus oleh pihak komunitas, mirip dengan travel. Namun bedanya, komunitas backpacker biasanya tidak mengambil keuntungan, tidak seperti travel yang pastinya mengenakan biaya pelayanan. Kita tinggal bayar sesuai biaya keseluruhan dan tinggal duduk manis menikmati liburan kita. Perjalanan Ujung Kulon kemarin menghabiskan biaya Rp 450.000 per orang, dengan titik keberangkatan dari Jakarta.

Saran saya cuma satu, karena perjalanan ini sifatnya memang "backpacking" yang identik dengan bujet murah, ya sebaiknya jangan berharap terlalu banyak dengan fasilitas yang diberikan. Kan backpacker nggak boleh banyak ngeluh, nikmati saja dan don't forget to have fun, he-he-he...

Sekilas tentang Taman Nasional Ujung Kulon

Taman Nasional Ujung Kulon telah tercatat sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan di sini, dari surfing, diving, snorkeling, trekking, hingga mengamati satwa dan berbagai jenis tumbuhan. Taman nasional ini berada di tepi paling barat Pulau Jawa. Tujuan kami kali ini adalah Pulau Peucang, yakni salah satu pulau di Ujung Kulon yang dikelilingi lautan biru kehijauan bening dan tenang.

Mari Berangkat!

Perjalanan ke Ujung Kulon dari Jakarta membutuhkan sekitar sepuluh jam. Tujuh jam perjalanan darat menuju Desa Sumur dan tiga jam menggunakan kapal menuju Pulau Peucang, Ujung Kulon. Kami berangkat pada malam hari dengan meeting point di Slipi Jaya, dan sampai di Desa Sumur pagi-pagi sekitar jam enam lewat, kemudian dilanjutkan naik kapal menuju Pulau Peucang.

Selama perjalanan di kapal kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Birunya langit dan lautan seakan menyatu di horizon, terkadang pemandangan tersebut terpecahkan oleh kumpulan lumba-lumba dan ikan terbang yang berlompatan dari kejauhan. Pemandangan ini seakan membuat kami sejenak melupakan teriknya matahari di atas kapal.

Welcome to the Jungle!

Begitu kami sampai di dermaga Pulau Peucang, kami disambut oleh pantai Ujung Kulon dengan pasirnya yang putih dan lembut sehalus tepung tanpa kerikil sedikit pun. Pantai di pulau ini landai dengan air laut biru jernih yang amat bening.

Rusa-rusa di padang rumput yang dikelilingi bangunan penginapan berupa rumah-rumah panggung tampak bebas berkeliaran dan merumput. Namanya juga Taman Nasional, belum apa-apa kami sudah disambut oleh segerombolan monyet yang berusaha merebut makan siang kami. Dan ketika salah satu dari mereka berhasil merebut sebungkus nasi milik Mbak Okta, tak pelak tawa kami pun pecah berderai-derai.

Setelah menaruh barang di kamar, kami pun melanjutkan makan siang. Segerombolan monyet kembali berkeliaran di sekeliling kami sehingga kami pun makan dengan hati was-was sambil menjaga nasi bungkus masing-masing. Saat salah seorang dari kami melempar sisa nasi bungkus, dengan sigap beberapa monyet berlari ke arah tumpahan nasi bungkus dan tiba-tiba dari bawah rumah panggung muncul beberapa ekor babi hutan yang mengendus-endus keluar. Agak kaget juga saya melihat sekumpulan babi hutan yang cukup besar.

"Wah, hidup di sini memang benar-benar menyatu dengan alam ya, sehari-hari dikelilingi hewan liar gini," batin saya. "Welcome to the jungle!" Mungkin begitulah seru mereka menyambut kedatangan kami.

Yah, tapi kami baru benar-benar merasakan terasing dari kehidupan perkotaan saat menyadari tidak ada sinyal sama sekali yang tertangkap di daerah ini. Dan paling parahnya ... tidak ada warung buat jajan! Ha-ha-ha, padahal ini termasuk kebutuhan primer bagi kami yang suka jajan.

Satu Jam Menembus Hutan ke Karang Copong

Jadwal hari pertama kami adalah mengunjungi Karang Copong, sebuah karang yang tengahnya berlubang dan terletak di tengah laut. Untuk mencapai karang ini dibutuhkan waktu satu jam menembus hutan yang dipandu oleh petugas setempat. Mungkin sebenarnya pengunjung tidak memerlukan bantuan petugas untuk mencapai tempat ini, karena jalanan setapak sudah ditandai dengan sapuan cat merah dan potongan kaleng yang dipakukan ke beberapa pohon. Tapi demi keamanan bersama, lebih baik Anda tetap didampingi oleh seorang petugas setempat.

Suasana tenang di dalam hutan sejenak terganggu oleh kedatangan kami. Udara siang itu terasa lembab dan gerah, namun untungnya tidak terasa terik karena kami ternaungi oleh pohon-pohon besar. Sesekali terdengar suara-suara hewan liar dari kejauhan, membuat kami menebak-nebak sendiri suara hewan apa itu. "Jangan-jangan badak jawa," tebak saya.

Taman Nasional Ujung Kulon ini sendiri aslinya adalah tempat penangkaran Badak Jawa, namun bahkan jarang sekali ada penduduk setempat yang pernah menemukan hewan langka yang pemalu dan pandai bersembunyi ini. Di hutan ini terdapat sebuah pohon tinggi besar dengan akar raksasanya yang menghujam ke tanah membentuk terowongan, ini juga menjadi salah satu obyek foto favorit para pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon. Jadi jangan lupa berfoto di sini ya!

Akhirnya setelah berjalan sekitar satu jam menembus hutan, melewati pantai dan beberapa tanjakan, maka Anda akan menemukan spot tersembunyi yang menyuguhkan pemandangan laut dan Karang Copong dari atas bukit. Air lautnya begitu biru dan bening sehingga Anda dapat melihat bawah laut dengan mata telanjang.

Tanjung Layar, Sang "Surga Tersembunyi"

Kegiatan hari kedua kami adalah snorkeling dan bermain air di dekat sebuah pulau yang memiliki air terjun mini -- nama pulaunya saya lupa, he-he-he... Kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan kapal menuju Pos Cibom, Tanjung Layar. Di sini kami kembali trekking melewati hutan untuk menemukan sebuah tempat yang kadang disebut sebagai "surga tersembunyi", yaitu padang rumput menghijau yang dikelilingi bukit-bukit batu dengan pemandangan laut biru jernih di ujungnya. Sekilas mirip scene di film Lord of The Rings versi miniatur. Rasanya malas pergi lagi dari sini saking bagusnya pemandangan di depan kami.

Bertemu Banteng di Padang Cidaon

Setelah puas bermain dan mengambil foto, kami pun bertolak ke Padang Penggembalaan Cidaon, yang pulaunya berlokasi sekitar 6 km dari Pos Cibom. Di Padang Cidaon ini Anda dapat menemukan sekumpulan banteng di sebuah padang rumput. Untuk mencapai padang rumput ini, lagi-lagi Anda harus sedikit trekking masuk ke dalam hutan, tapi tidak selama saat menuju Tanjung Layar. Sekitar 15 menit, Anda akan menjumpai padang rumput yang luas menghijau. Anda dapat pula mengamati padang Cidaon ini dari atas menara pengawas, namun petugas yang menemani kami sempat mewanti-wanti agar jangan sampai ada lebih dari enam orang yang naik ke atas menara demi alasan keamanan.

Tak terasa petualangan kali ini sudah hampir selesai. Besok kami akan kembali ke Jakarta pagi-pagi dan kembali ke rutinitas masing-masing. Petualangan ini memang telah berakhir, namun pengalaman pertama saya mengunjungi salah satu Taman Nasional di Indonesia ini tentunya tidak akan terlupakan bagi saya. Apalagi dari perjalanan ini saya mendapatkan 20 teman baru! (Herajeng Gustiayu)

__._,_.___
Recent Activity:
____________________________________________________________________________
Facebook:http://www.facebook.com/group.php?gid=48445356623
Multiply: http://IndonesiaGeographic.multiply.com
Multiply: http://GeographicIndonesia.multiply.com
____________________________________________________________________________
Hapus bagian yang tidak perlu untuk menghemat bandwidth. Sisakan 1 atau 2 thread agar tidak membingungkan yang lain.
Apabila topik pembicaraan berubah, usahakan Subject juga diubah sesuai topik
----------------------------------------------------------------------------
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by