Advertise Box

[ac-i] Aku Dan Bung Karno - Oleh: A.Kohar Ibrahim [1 Attachment]

 
[Attachment(s) from abdul kohar ibrahim included below]

Aku Dan Bung Karno

 

 

Oleh :

 

A.Kohar Ibrahim

 

*

 

 

Pasalnya 

 

 

PASALNYA? Oh, tentu saja, sejak semula aku sadar, bahwasanya diriku pertama-tama sebagai sitoyen atau penduduk negeri bernegara Republik Indonesia. R.I. di bawah penguasa atau pemerintahan Bung Karno. Sampai usia 23 tahun, aku lahir, dibesarkan, terdidik, tertempa di kancah perjuangan hidup kehidupan tanah tumpah darahku tercinta itu. Terdidik memperoleh pendidikan, pelajaran, bukan hanya di bangku sekolah. Melainkan juga, dan yang sungguh berharga, dalam kiprah melakukan aktivitas-kreativitas. Sebagai penulis dan jurnalis muda hingga usia dewasa memperoleh kedudukan sebagai redaktur.

 

Akan tetapi kemudian terjadi perubahan situasi yang drastis-dramatis hingga terpaksa menejadi perantau berkepanjangan. Jelasnya, setelah terkatung-katung menunggu terjadinya perubahan situasi kembali yang menguntungkan, selama tujuh tahun lamanya bermukim di Tiongkok, lantas hijrah dan menjadi penduduk Kerajaan Belgia. Be dari Trio pelopor terbentuknya Uni Eropa: Be-Ne-Lux. Belgia Nederland Luxembourg. Lebih jelasnya, sejak 1972 aku adalah salah seorang sitoyen Belgia. Negeri-negara dengan ibukotanya: Brussel, kota berusia lebih dari seribu tahun berpenduduk sejuta jiwa. Kota yang terdiri dari 19 Komune atau penguasa lokal yang langsung mengatur-urus penduduk setempat. Belgia yang merupakan Monarki Konstitusional alias memberlakukan sistim demokrasi parlementer. Dengan Raja sebagai Kepala Negara, namun lebih cenderung berfungsi sebagai pemimpin simbolistis. Sedangkan Penguasa yang praktis adalah Pemerintah dengan Perdana Menteri sekalian seperangkat Menteri-Menteri-nya hasil Pemilu yang demokratis. Dengan kata lain, Kerajaan Belgia memang ter-sebut-kan sebagai suatu negeri-negara monarkis, namun sistim yang diberlakukan bukannya sistim feodalis atau aristokrasi. Melainkan sistim demokrasi parlementer yang selain sebagai negara hukum yang demokratis juga menghormati hak-hak azasi manusia. Suatu Kerajaan dalam sebutan namun sebagai Republik dalam kenyataan. Suatu kenyataan yang logis lantaran negeri-negara ini dilahirkan oleh suatu revolusi -- Revolusi Juli 1830 -- dalam mana pasukan-pasukan sitoyen pejuang kebebas-merdekaan berhasil mengusir Penguasa Belanda. Suatu pertanda bukti manifestasi aksi yang tak lepas dari inspirasi-aspirasi Revolusi Perancis dengan Hak-Hak Azasi Manusia-nya yang kenamaan. Revolusi Besar Eropa yang mampu mengubah wajah Dunia. Revolusi yang menumbangkan sistim Monarko-aristokrasi seraya menegakkan Demokrasi.

 

"Sistim pemerintahan yang beda sekali dengan Suhartokrasi alias Orde Baru, yah?" suara kata pikiranku mengusik. "HMS Presiden Republik hanya namanya saja, sebenarnya Presiden Dewek serta klik atau kaum kroni-nya belaka."

 

"Kerna Presiden Republik Indonesia yang benar sebenar-benarnya adalah republiken Bung Karno, pembina bangsa, pejuang dan proklamator kemerdekaan yang anti-kolonialis dan neo-kolonialis serta imperialis. Sedangkan HMS adalah pengkhianat atasnya," kata hatiku. « Pengkhianatan yang mendatangkan bencana tragedi sampai pada menyengsarakan sebagian besar rakyat Indonesia.  Salah seorangnya adalah diriku sendiri. Yang senantiasa mendambakan kemerdekan bangsa Indonesia yang penuh, dengan terwujudnya aspirasi Revolusi Agustus'45. Tercapainya kehidupan masyarakat yang bebas merdeka, aman tenteram dan subur makmur.»

 

 

*

 

 

Se Juni

 

 

SEKETIKA aku kangen pada BK. Sang Presiden Republik Indonesia, pembina bangsa dan pemimpin perjuangan kemerdekaan melepas belenggu feodalisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme serta imperialisme. Presiden yang aku hormat-hargai dan dicintai oleh rakyat Indonesia. Juga dihormat-hargai oleh para pejuang kemerdekaan dan rakyat Asia-Afrika. Pun, Presiden yang ahli pedato, penulis dan pencinta seni yang berjiwa besar.

 

"Lantaran juga sesama kaum Juni-an, yah?" suara hatiku tergelitik, sedangkan di relung telinga terngiang-ngiang suara seorang perempuan, kekasihku, yang memang lahiran bulan Juni. Jika BK 6 Juni, kekasihku 25 Juni dan aku sendiri 16 Juni.

 

"Iya. Memang iya begitu," jelas kata pikiranku. Lebih jauh lagi, menekankan: BK itu sosok tokoh negarawan kaliber internasional. Dengan pertanda tonggaknya keberhasilan sebagai organisator sekaligus tuan rumah Konferensi Bandung. Salah seorang pemrakarsa garis politik gerakan internasional: Non-Blok dan garis berporoskan Jakarta-Peking-Pyongyang. Tambahan lagi, dalam tahun yang sama diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung 1955, di bawah kepresidenan BK dilangsungkan Pemilu yang merupakan manifestasi aksi demokratis yang berhasil.

 

Iya. Ngaku saja terus secara blak-blakan, bahwa penghormat-hargaanku serta kekagumanku memang semata-mata lantaran sikap-pendirian dan perjuangan nyata seperti tersebutkan itu. Gambaran hidupnya sebagai Orang Besar itulah yang menjadi tambahan penting bagi pemupukan kebanggaan dan kecintaanku pada tanah tumpah darahku; pada Ibu Pertiwiku Indonesia; pada peristiwa bersejarah Revolusi Agustus sekalian aspirasinya; pada ke-sitoyen-an Republik Indonesia. Pada semua yang sama-sama berjuang untuk mewujudkan aspirasi kebebas-merdekaan mencapai kehidupan tiap sitoyen yang manusiawi dan beradab.

 

Sedemikian rupa kegandrunganku pada sosok tokoh BK dan garis politik yang dibawakannya, maka keinginan berjumpa langsung pun berkembang menjadi salah sebuah impian. Impian semasih masa anak baru gede. Pemuda remaja. Mimpiku itu adalah mimpia bisa mengunjungi Istana Negara dan menatapnya seraya berkata: "Paduka Presiden Yang Mulia, saya seorang putera Indonesia adalah pengikut jejak langkah perjuangan Paduka..."

 

Di kedua belah pelupuk mataku, lukisan kenyataan dan impian beruntun silih bergantian, kadang menggugah rasa senang kadang pula rasa gundah-resah datang begitu mencengkam, malah merejam. Betapakah tidak ? Jika diingat masa perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan yang salah seorang pembina sekaligus pemimpinnya adalah Bung Karno. Yang salah seorang proklamator kemerdekaan adalah Bung Karno. Yang menjadi Presiden Republik Indonesia adalah Bung Karno. Yang menggelorakan perjuangan pembebasan rakyat dari belenggu kolonialis dan neo-kolonialis serta imperialis  di kolong langit ini adalah juga Bung Karno.

 

Namun, betapa besar problimatika yang harus ditanggulangi sekalian ancaman yang teramat besar dan gawat terhadap kepemimpinan bahkan atas diri pribadinya sendiri. Lawan-lawan politiknya berhasil menggagalkan dambaannya untuk mewujudkan hidup kehidupan masyarakat manusia Indonesia yang manusiawi.***

 

Catatan:

"Aku Dan Bung Karno" cuplikan dari Bagian 2 (Pasalnya ? ) dan 3 (Se Juni) buku A.Kohar Ibrahim "Sitoyen Saint-Jean: Antara Hidup Dan Mati", terbitan Tititk Cahaya Elka, Batam, 2008-2009.

Facebook 1 Juni 2011.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

__._,_.___

Attachment(s) from abdul kohar ibrahim

1 of 1 Photo(s)

Recent Activity:
blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com

-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by