Seperti Bapak tahu, saya bersama Pak Rosihan ke Belanda Desember 2009. Album foto yang disita Nefis tahun 1946 milik beliau tersimpan dengan baik di arsip Belanda. Kepada Pak Rosihan diberikan kopinya. Itupun saya rasa sudah cukup. Kopi Film yang dimiliki Des Alwi banyak yang sudah berubah alias dicampur dengan maksud tertentu. Untung arsip aslinya tersimpan dengan baik di Beeld en Geluid di Hilversum . Bagi bangsa Indonesia yang memerlukannya pihak kearsipan Belanda sangat membantu
Rushdy Hoesein.
--- Pada Rab, 4/5/11, Mestika Zed <mestikaunp@hotmail.com> menulis:
Dari: Mestika Zed <mestikaunp@hotmail.com>
Judul: [ac-i] Ingin lihat Museum Kerinci
Kepada: "artculture indonesia" <artculture-indonesia@yahoogroups.com>
Tanggal: Rabu, 4 Mei, 2011, 12:45 AM
Sekali Lagi Numpang Lewat (revisi)
Saya ingin melihat isu museum Kerinci
di negeri jiran dari sisi lain. Mungkin ada dimensi lain yang kurang terhayati
oleh kita mengapa Pemda Kerinci merestui pembangunan museum di negeri jiran
tsb. Saya juga tidak tahu apa alasannya. Namun terlepas dari itu semua, bagi
saya itu tak perlu diratapi betul sebab saat penguasa negeri ini makin
tunasejarah, mungkin ada baiknya juga inisiatif seperti itu bisa ditoleransi
dan mengambil hikmah positifnya.
Kita justru meratapi nasib kebanyakan koleksi naskah, perpusatkaan dan museum
di tanah air yang rata-rata begitu merana dan ketiadaan darah dan dengan
pengelolaan yang tak serius alias asal jadi dan amatiran. Lihatlah gedung
perpustakaan Bung Hatta yang begitu megah di Bukittinggi atau kisah sedih
perpustakaan Hatta di Yogya (apa masih ada?) seperti pucat pasi kurang gizi
karena ketiadaan kucuran ndana dari pemerintah atau suasta utk mengelolanya.
Kisah sedih pengelolaan sebagian besar museum di tanah air lebih gawat lagi.
Kita bisa membaca keluhan itu berulng kali lewat media. Ada museum yang dihuni
oleh orang gila atau orang tua penganggur yang tak ngerti apa-apa tt museum.
Maka bagi saya sementara ini lebih
baik seperti pengelolaan arsip Indonesia yang terawat baik di Negeri Belanda,
karena kalau di sini pasti hilang atau rusak sebab tdk ada yang merasa
bertanggung jawab tentang ini. Lihat saja itu dokumen "Supersemar" ke mana
perginya? Semua lontar tanggung jawab. Coba cek alokasi dana APBD setiap
daerah, apakah tersedia dana yang cukup untuk bidang ini? Tidak ada atau sangat
kurang karena tukang patok dana di legislatif tak negerti soal ini dan karena
itu merasa tak penting. Walhasil kena coret. Dana untuk hal-hal seperti ini
selalu tekort. Padahal sebenarnya krusial; kata orang sejarah, naskah, koleksi
museum merupakan cerminan dan/ atau simbol tingkat peradaban suatu bangsa. Tentang
ini kita harus malu dengan negeri mana pun. Jadi bagi saya biarlah koleksi
berharga seperti itu dipelihara di luar negeri sana sementara menunggu pengausa
negeri iniasadar betapa berharganya kekayaan kita sudah lama tersia-sia itu.
Mudah-mudahan wacana Museum Kerinci bisa membangunkan kesadaran baru kita
bersalam. Salam. Mestika Zed
|