Advertise Box

Re: [ KHI ] Menggugat Proklamasi!

 

Dear Kang Asep,

Ini baru artikel jempolan, Kang. Cocok untuk mengetuk sanubari semua orang Indonesia. Kang, aku saran kalau artikel "Menggugat Proklamasi" ini di-publish di surat kabar. Paling nggak, masuk ke kolom "Redaksi Yth,". Supaya lebih banyak lagi yg membaca dan merasa tergugah.

Bravo Kang Asep !

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!


From: Siti Rohmatun <sita_rio4@yahoo.com>
Sender: komunitashistoria@yahoogroups.com
Date: Thu, 11 Aug 2011 00:51:30 -0700 (PDT)
To: <komunitashistoria@yahoogroups.com>
ReplyTo: komunitashistoria@yahoogroups.com
Subject: Re: [ KHI ] Menggugat Proklamasi!

 

Ini perlu di share dan disebarluaskan Kang Asep, agar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang ada di seluruh pelosok Nusantara terutama oleh mereka yang duduk disinggasana supaya jangan lupa sejarah. 



--- On Thu, 11/8/11, Hendry NF <hendry.nf@gmail.com> wrote:

From: Hendry NF <hendry.nf@gmail.com>
Subject: Re: [ KHI ] Menggugat Proklamasi!
To: komunitashistoria@yahoogroups.com
Date: Thursday, 11 August, 2011, 12:16 PM

 

Salut Bung Asep.... Bahkan, saat ini film dokumenter/sejarah pun sangat sulit didapat di layar TV.  Jadi bingung, gmn memperkenalkan sejarah dan semangat perjuangan kepada keluarga.

2011/8/11 edward eddy <eddyedwardid@yahoo.com>
 

Wah Salut pada pak Asep Kambali
Seharusnya surat ini dibacakan sebagai naskah pembacaan Peringatan Proklamasi dari Presiden kita nanti buat menggugat kita semua sebagai bangsa Indonesia ! 


From: Asep Kambali <kang_asepk@yahoo.com>
To: Komunitas Historia <komunitashistoria@yahoo.com>
Sent: Wed, August 10, 2011 11:02:07 PM
Subject: [ KHI ] Menggugat Proklamasi!

 

Masihkah perlu kita merayakan proklamasi?

Tanggal 17 Agustus masih tinggal beberapa hari, segala persiapan untuk merayakannya sudah dimulai. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia ada yang merayakannya sengaja di akhir Juli lalu dengan menggelar perlombaan ala 17-an . Mungkin ini pertimbangan teknis, karena 1 Agustus telah memasuki bulan Ramadhan. Sehingga, dengan pertimbangan puasa, perayaan Proklamasi Kemerdekaan harus dipercepat. Hal ini tentu memunculkan pertanyaan, apakah masyarakat benar-benar memahami fakta sejarah Proklamasi? dan apakah mereka tahu bahwa Proklamasi Kemerdekaan RI terjadi pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 dan pada saat itu adalah bulan Ramadhan?

Perayaan 17-an sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Dari pemerintah pusat hingga daerah, dari kelompok darma wanita pusat hingga ibu-ibu di lingkungan RT/RW. Mereka merayakannya dengan hiburan, sukacita dan bersenang-senang melalui permainan dan lomba seperti balap karung, makan kerupuk, dan panjat pinang. Bahkan ada yang membuat karnaval mobil hias, sepeda hias dan karnaval anak-anak dengan hiasan baju adat tradisional, dan lain sebagainya. Nampaknya proklamasi masih menjadi momen penting bagi bangsa yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa ini.

Namun, pertanyaannya, masih pantaskah perayaan Proklamasi kemerdekaan yang dahulu diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pahlawan dan pendiri bangsa ini hanya dengan merayakannya seperti itu? Apakah tidak ada cara lain yang lebih arif dan mendidik demi pembangunan karakter dan generasi yang lebih baik nantinya? Atau memang kita nggak perduli? Ingat, perayaan-perayaan semacam itu telah menghasilkan generasi yang pragmatis, individualis, hedonis dan materialis akut.

Rumah Bung Karno yang menjadi tempat dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan RI.
Lantas, kalau ada yang bilang cara kita merayakan proklamasi tidak ada hubungannya dengan keterpurukan bangsa/atau dilecehkannya kita oleh bangsa lain, berarti dia tidak memahami korelasi antara masa lalu dengan masa kini, dan masa kini dengan masa depan. Perlu diingat, setiap apa yg kita lakukan dalam merayakan sesuatu adalah cermin dari diri dan identitas kita sebagai bangsa yang akan berimplikasi kuat dan akan hadir di masa depan.

Dari sini lah terlihat, bahwa kita sudah pragmatis, individualis dan hedonis-materialis yang bukan lagi gosip, tetapi sudah menjadi fakta. Perayaan proklamasi misalnya, jadi tidak berjiwa, karena hanya kesenangan belaka. Nina bobo yang diberikan oleh Belanda sejak jaman penjajahan masih kita lestarikan. Bermain injak-injakkan, saling kotor2an untuk memperebutkan sesuatu yang menurut saya nilainya tidak seberapa. Hanya lucu-lucuan, hanya saling berpesta pora, tanpa sadar semakin hari kita semakin melupakan jati diri dan identitas kita sebagai bangsa. Tanpa sadar bahwa penjajahan bentuk baru telah menyerang dengan cepat terhadap bangsa ini. Dimana "soft power" kita lah yang diserang dan dihancurkan oleh bangsa lain melalui globalisasi dan modernisasi, melalui kemudahan teknologi dan kenyamanan masa kini, melalui HAM dan demokratisasi ala barat serta liberalisasi. Kita terlena, kita dibuai dengan sekonyong-konyongnyanya melupakan masa lalu, kita melupakan tradisi dan kearifan lokal, kita melupakan asal dan akar kita tempat kita berpijak. Kita menjadi rapuh, kita menjadi mudah diadu domba dan dilecehkan oleh bangasa lain. Karena kita tidak memiliki rasa & semangat membela ketika sebagian dari apa yang kita miliki dicabik-cabik oleh bangsa lain, karena kita tidak mengenali dan menyadarinya, bahwa itu milik dan hak kita.

"Untuk menghancurkan suatu bangsa, hancurkan ingatan sejarah generasi mudanya!" (Quote by Asep Kambali)

Semua problema mendasar di atas hanya mampu diselesaikan melalui pemahaman/kesadaran sejarah dan budaya. Hanya akan selesai jika kita memiliki harmoni antara moderenisasi dengan tradisi, antara globalisasi dengan glokalisasi, antara masa kini dengan masa lalu. Untuk itu lah, jalan atau cara-cara kita berkehidupan seyogyanya berlandaskan pada sejarah dan kebudayaan. Karena disitulah letak kearifan/kebijaksanaan. Coba saja, kita tanya anak-anak remaja, mungkin juga sebagian orang tua kita, apa mereka tahu arti Indonesia? Siapa yang memberi nama Indonesia pertama kali? Kapan? Dll. Apakah mereka memahami itu? Belum lagi jika diminta menyebutkan pancasila, teks proklamasi, lagu2 perjuangan dan nasional/daerah, apakah mereka mampu memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari2? Apakah mereka tahu letak Pulau Dana, Pulau We dan Rote? Nah, jika proklamasi dirayakan semata2 hanya kesenangan belaka yg dicari, hasilnya saya yakin kita akan semakin melupakan kekayaan sejarah dan budaya kita. Kita akan jadi tidak berjati diri dan tidak berkarakter. Tidak akan ada lagi ruang bagi kita untuk mengasah pemahaman dan membangun harmonisasi kehidupan. Dampaknya, ketika ada klaim sejarah dan budaya dari bangsa lain, kita hanya mampu diam seribu bahasa, karena kita tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan terhadap apa yg diklaim bangsa asing itu. Ingat, The knowledges is the power!Akibatnya, kita harus rela kehilangan. Karena kita tidak mengenalinya, karena kita tidak merasa memilikinya. Jika tak kenal, maka tentu kita tak akan sayang. Begitulah kita terhadap bangsa sendiri. Sedih dan ironis bukan?!

Bung Hatta memberikan sambutan. Menurut Anda, foto ini diambil setelah atau sebelum pembacaan Proklamasi oleh Bung Karno?
Saya tekankan bahwa, bukan berarti perayaan yang sudah ada sekarang yang sering kita selenggarakan itu semuanya tidak baik dan tidak bermanfaat, tetapi alangkah lebih bijaksana jika kemerdekaan itu kita maknai sebagai sarana introspeksi, sarana belajar mengenal Indonesia secara mendalam, sarana membangun kesadaran tentang bagaimana cara mengisi kemerdekaan agar nasionalisme kita tidak semu, agar nasionalisme kita berdasar pada pemahaman sejarah dan budaya yang luhur, sehingga identitas dan jati diri itu terbangun, karena itulah yang disebut sebagai upaya membangun karakter bangsa itu.

Usulan
Coba deh, kita merayakannya dengan mengadakan lomba baca teks proklamasi, lomba menyanyikan lagu perjuangan, role playing/bermain peran tokoh sejarah dan pejuang, memecahkan puzzle sejarah, membuat media interaktif sejarah, nonton bareng film sejarah perjuangan/dokumenter, diskusi dan malam renungan kemerdekaan, napak tilas proklamasi, berkunjung ke Tugu Proklamasi, history amazing race, kunjungan ke keluarga pejuang, dll., masih banyak lagi... kalau itu sudah dilakukan, jauh lebih bangga disebut bangsa terdidik yang bijak, ketimbang disebut sebagai bangsa yang pragmatis dan hedon, bukan??? ;-)

Pasukan Pengawal Kepresidenan (papampres) Jaman Doeloe
*Tulisan ini dimaksudkan agar perayaan Proklamasi mendatang yang kita selenggarakan bisa lebih bijaksana, mendidik namun tetap seru dan fun. Semoga!
 
Salam Historia!

ASEP KAMBALI 
Follow me @AsepKambali

Founder/Chairperson
KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA (KHI)
Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia
Phone       : +6221.3700.2345, Mobile: +62818-0807-3636
E-mail/FB  : komunitashistoria@yahoo.com
Twitter      : @IndoHistoria 


__._,_.___
Recent Activity:
KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA (KHI)
>>> Another way to love Indonesia!
Phone: +6221.3700.2345, Mobile: +62818-0807-3636
Email/FB: komunitashistoria@yahoo.com
Twitter: @IndoHistoria
Mailing list: http://groups.yahoo.com/group/komunitashistoria
Homepage: http://www.komunitashistoria.org
MARKETPLACE
A bad score is 598. A bad idea is not checking yours, at freecreditscore.com.
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by