Urgensi Pendidikan di Usia Emas (Koran TEMPO 3 Agustus 2011)
"Sertifikasi  adalah sebuah program yang dimaksudkan untuk  peningkatan kualitas  pendidikan. Namun sejatinya hanya, lagi-lagi,  merupakan pemberhalaan  terhadap domain kognisi yang menyesatkan, dan  selembar kertas bernama  ijazah, yang banyak terbukti tidak ada  hubungannya dengan kualitas!"
James  J. Heckman, pemenang Hadiah Nobel bidang ekonomi (2000), menegaskan,  usia 0-3 tahun adalah periode paling penting bagi investasi untuk  pembangunan kualitas sumber daya manusia. Namun inilah yang dilalaikan  para orang tua, pemerintah, dan pengusaha di banyak negara, termasuk  Indonesia. Maka kita pun gagal membangun generasi baru yang andal. Kita  tidak bisa membawa warga negara—terutama kaum miskin yang merupakan  populasi mayoritas— ke pintu sukses dalam kehidupan sosial ataupun  ekonomi.
Berdasarkan sejumlah penelitian, Heckman  menyimpulkan: kecerdasan kognitif saja tidak cukup untuk membuat  seseorang berhasil dalam hidup. Sukses seseorang lebih ditentukan oleh  kecerdasan nonkognisi (sosioemosional, kesehatan fisik dan mental,  ketekunan, perhatian, motivasi, serta rasa percaya diri). Semua  kemampuan itu hanya bisa dibangun jika rangsangan untuk itu diberikan  sejak usia dini.
Usia emas
Penelitian  tentang perkembangan otak membuktikan: kualitas kecerdasan dan karakter  manusia ditentukan oleh "asupan" yang diberikan kepada anak pada usia  0-4 tahun (50 persen), usia 4-8 tahun (30 persen), dan usia 9-17 tahun  (20 persen). Karena itu, 0-8 tahun disebut sebagai "golden age."  Kegagalan para orang tua dan pemerintah dalam memahami dan memaknai  mahapentingnya usia emas terbukti menimbulkan bencana kemanusiaan.
Kondisi  "buta baca masalah" ini hanya melahirkan angkatan (kerja) muda yang tak  berkualitas— berakibat pada perlambatan pertumbuhan keterampilan  angkatan kerja, dan merosotnya produktivitas serta daya saing—dan  generasi baru yang berkarakter buruk (antisosial, kriminal, serta destruktif).
Secara ekonometri, Heckman menunjukkan langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas SDM pada saat calon angkatan kerja  mulai dewasa (usia pelajar/mahasiswa) jauh lebih mahal ketimbang  merangsang kemampuan anak sejak usia dini. Lebih dari itu, daya "kembali  modal" (return to investment) dari mereka yang kemampuannya  terbangun sejak usia dini jauh lebih cepat ketimbang mereka yang diberi  berbagai pelatihan tatkala sudah dewasa atau menjadi karyawan baru.
Di  titik inilah fakta rendahnya kualitas SDM bertemu dengan dilema  pengiriman tenaga kerja Indonesia, yang sebagian besar hanya menjadi  buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Dan solusi dari pemerintah selalu  hanya bersifat reaktif, parsial, darurat, dan temporer, tidak  substansial. Misalnya, sekarang dianggarkan Rp 15 triliun lebih untuk  menciptakan lapangan kerja di dalam negeri agar pengiriman TKI bisa  dihentikan.
Penciptaan lapangan kerja memang mutlak dan menjadi kewajiban konstitusional negara. Untuk itu, yang diperlukan adalah  program jangka panjang yang berkesinambungan dan lintas sektoral, bukan  langkah akrobatik para badut yang kebakaran jenggot. Pendidikan anak  usia dini (PAUD) dan kesehatan rakyat adalah substansi dari segalanya.
Belajar dari orang utan
Namun  data pada 2003/2004 menunjukkan, dari 28.235.400 jumlah penduduk anak  usia dini, yang bisa terserap di tingkat pendidikan PAUD hanya 7.915.912  anak (28,04 persen). Artinya, lebih dari 20 juta anak terabaikan.  Menurut Sensus 2010, populasi anak usia 0-14 tahun kini mencapai 64,1  juta jiwa (lebih dari separuhnyadalam usia emas 0-8 tahun). Namun  Direktorat PAUD Kementerian Pendidikan Nasional hanya diberi alokasi  anggaran Rp 1,3 triliun. Bandingkan dengan anggaran untuk program  sertifikasi 3,4 juta orang guru yang mengajar 56 juta siswa (sekolah  dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas) yang  mencapai Rp 70 triliun!
Sertifikasi adalah sebuah program  yang dimaksudkan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Namun sejatinya  hanya, lagi-lagi, merupakan pemberhalaan terhadap domain kognisi yang  menyesatkan, dan selembar kertas bernama ijazah, yang banyak terbukti  tidak ada hubungannya dengan kualitas! Program "gelar karbitan" yang  menghambur-hamburkan uang itu harus dihentikan, digantikan dengan pola rekrutmen guru yang lebih baik dan terencana.
Maka, harus ditegaskan sekali lagi, jika pemerintah melalaikan pembangunan anak usia dini, itu artinya sama dengan penganiayaan  dan penyia-nyiaan sumber daya dan martabat bangsa! Jika pemerintah tak  mau juga belajar dari pemenang Hadiah Nobel, atau dari para pakar  perkembangan otak dan perkembangan anak, mungkin bisa belajar dari  komunitas orang utan di Kalimantan. Para ibu orang utan baru mau  melepaskan bayi dari susuannya setelah sang anak berumur 7 tahun.Sebab,  pada waktu itulah si anak memiliki cukup kemampuan dan "pengetahuan"  untuk bisa survive di dalam rimba.
Pertanyaannya, jika  para orang utan saja bisa memaknai mahapentingnya pendidikan dan  pengasuhan anak pada "usia emas", apakah pemerintah (eksekutif dan  legislatif) tidak? ●
(PENDAPAT, Koran TEMPO, 3 AGUSTUS 2011)
Yudhistira ANM Massardi
SASTRAWAN/WARTAWAN, PENGELOLA SEKOLAH GRATIS UNTUK DUAFA, TK-SD BATUTIS AL-ILMI, DI BEKASI
Yudhistira ANM Massardi
email: ymassardi@yahoo.com
HP 0813.8842.0811
Pengelola Sekolah Gratis untuk Dhuafa,TK-SD Batutis Al-Ilmi Bekasi
Pondok Pekayon Indah Blok BB 29 No 6, Jl. Pakis V B, Pekayon Jaya, Bekasi 17148
email: ymassardi@yahoo.com
HP 0813.8842.0811
Pengelola Sekolah Gratis untuk Dhuafa,TK-SD Batutis Al-Ilmi Bekasi
Pondok Pekayon Indah Blok BB 29 No 6, Jl. Pakis V B, Pekayon Jaya, Bekasi 17148
Penerbit:
MEDIA TK SENTRA:Panduan Guru TK, RA, PAUD & Orangtua
>> Membangun Karakter dan Budi Pekerti
http://www.facebook.com/MEDIA.TK.SENTRA
www.mediatksentra.com
MEDIA TK SENTRA:Panduan Guru TK, RA, PAUD & Orangtua
>> Membangun Karakter dan Budi Pekerti
http://www.facebook.com/MEDIA.TK.SENTRA
www.mediatksentra.com
__._,_.___
                                                     blog: http://artculture-indonesia.blogspot.com
 
-----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
              
          -----------------------
Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.
.
 __,_._,___
   
 More
 More Contact
 Contact Submit
 Submit Premium
 Premium