Advertise Box

[ KHI ] Fosil Dinosauria Mirip Burung Mungkin Menggoncangkan Silsilah Keluarga Avian (Burung).

 

Selama 150 tahun sejak penemuannya di Jerman, Archaeopteryx telah bertengger tinggi di atas silsilah keluarga avian sebagai burung paling purba dan paling primitif, dekat gerakan evolusioner yang  mana  waktu beberapa dinosauria menimbulkan  burung. Tetapi penemuan-penemuan fosil baru-baru ini meragukan interpretasi itu:  Archaeopteryx mungkin hanya suatu dinosauria yang mirip burung  daripada suatu burung sebenarnya yang mirip dinosauria.
 
Para ahli palaentologi Tiongkok melaporkan dalam jurnal Alam bahwa suatu dinosauria berbulu,  sebesar ayam berumur  155 juta tahun, yang sebelumnya tidak dikenal, bernama Xiaotingia zhengi, "menantang sentralitas (pemusatan) Archaeopteryx dalam transisi (peralihan) ke burung-burung." (catatan pribadi: palaentologi adalah cabang geologi yang mempelajari kehidupan prasejarah dengan fosil-fosil).
 
Seperti sebegitu banyak fosil dinosauria dan bentuk-bentuk kehidupan lainnya dari perioda Jurassik purbakala, Xiatingia ditemukan di Provinsi Liaoning, suatu tempat berburu yang menyenangkan untuk para ahli  palaentologi. Kerangkanya tertanam dalam serpih, bersama-sama dengan jejak-jejak bulu yang jelas. Para ahli ilmu pengetahuan yang mempelajari contoh mengatakan tidak begitu menyolok wujudnya seperti beberapa dari 10 sisa-sisa peninggalan Archaeopteryx, tetapi cukup baik untuk membantah kebijaksanaan yang lazim (konvensional) mengenai burung-burung yang asli.
 
Tim penemuan dan para ahli ilmu pengetahuan lainnya menandaskan pendapat  bahwa temuan-temuan  baru jika ditegaskan dengan penelitian tambahan, tidak akan mengurangi teori yang berlaku bahwa burung-burung modern keturunan dari dinosauria-dinosauria. Masalahnya sekarang adalah, jika bukan Archaeopteryx , dinosauria-dinosauria atau burung-burung yang mirip dinosauria-dinosauria  berbulu mana yang sedang ditemukan adalah yang terdekat pada burung yang pertama? Asumsi-asumsi (pengiraan-pengiraan) lainnya mengenai evolusi purbakala burung-burung, kata mereka, juga perlu dinilai kembali.
 
Xing Xu dan rekan-rekannya di Akademi Ilmu-ilmu Pengetahuan Tiongkok di Beijing mengatakan bahwa pemeriksaan Xiaotingia, dibandingkan dengan kerangka-kerangka burung yang lebih dikenal dari perioda yang sama maupun Archaeopteryx yang 150 juta tahun umurnya, menunjukkan bahwa fosil-fosil baru tidak dapat ditempatkan dalam keluarga avian. Beberapa ciri anatominya,  yang panjang dan tegap semula dikira  berdasarkan diagnosa burung-burung, sebetulnya keadaan yang biasa pada sekelompok dinosauria-dinosauria yang dikenal sebagai deinonychosauria-deinonychosauria.
 
Tim Dr. Xu berkesimpulan bahwa "hasil yang terpenting dari analisis kami" adalah bahwa anatomi-anatomi  contoh-contoh dari Tiongkok dan Archaeopteryx sungguh-sungguh serupa, artinya kedua-duanya termasuk garis silsilah keturunan deinonychosauria-deinonychosauria , bukan burung-burung purba yang makan daging. Singkatnya, Archaeopteryx barangkali bukan suatu burung keturunan leluhur. Penemuan contoh Archaeopteryx yang kesepuluh baru-baru ini "sangat memperbaiki pengetahuan kita" tentang kesamaan-kesamaan kelompok dinosauria dan perbedaan-perbedaannya dari burung-burung, ahli palaentologi itu mengatakan.
 
Beberapa ahli ilmu pengetahuan yang tidak terlibat dalam penelitian mengatakan mereka tidak terlalu keheranan oleh temuan-temuan itu. "Tampaknya seperti bida'ah (heretical)  untuk mengatakan bahwa Archaeopteryx bukan suatu burung, tetapi ide ini kadang-kadang kembali ke permukaan bumi  sejak sejauh tahun 1940an," Lawrence M. Witmer, seorang ahli palaentologi pada Universitas Ohio, menulis dalam suatu komen(tar)  yang menyertai artikel dalam jurnal Alam. "Lagi pula,bertambahnya  kegelisahan mengenai status avian dari Archaeopteryx, seperti satu demi satu, lambang-lambang "avian"  (bulu-bulu, tulang garpu, tangan berjari tiga) mulai mempertunjukkan dinosauria-dinosauria non-avian."
 
Laporan ini mungkin kata terakhir mengenai pokok persoalan. Para peneliti sendiri, di antara spesialis-spesialis  dinosauria terkemuka di Tiongkok, mengakui bahwa interpretasi mereka, sudah pasti akan kontroversial. Mereka mengalah bahwa beberapa dari kesimpulan-kesimpulannya adalah "hanya dibantu dengan lemah oleh data yang tersedia." Pada tingkat yang sedemikian dini dalam transisi (peralihan) dinosauria-burung, perbedaan-perbedaan antara spesis sering halus atau "urusan yang kacau-balau," seperti dibilang Dr. Witmer.
 
Para ahli ilmu pengetahuan mengharapkan untuk mengambil pandangan lain yang lebih tajam pada banyak fosil binatang-binatang berbulu yang telah ditemukan di Tiongkok dalam 15 tahun terakhir. Beberapa dari spesis-spesis dinosauria avian ini, termasuk Epidexipteryx, Jeholornis dan Sapeornis, mungkin mulai dapat terbang sebagai burung-burung purbakala. Dan pemburu-pemburu fosil yang tanpa belas-kasihan sudah pasti akan menemukan spesis-spesis baru.
 
"Ini akan frustasi dan mengasyikkan," Dr. Witmer mengatakan dalam suatu wawancara, mencatat bahwa - siapa tau? -
temuan berikutnya mungkin menggoda para ahli ilmu pengetahuan untuk memulihkan Archaeopteryx pada tempatnya   di kerumunan burung-purba. "Beberapa masalah ini mungkin tidak akan pernah "menentukan sama sekali," katanya. "Membikin kita gila." Karena" sebenarnya semua catatan tentang evolusi avian purbakala dipandang sebelumnya melalui lensa Archaeopteryx," Dr. Witmer menyeletuk, "dampak dari hilangnya Archaeopteryx  dari keluarga besar avian  mungkin akan  menggoncangkan komunitas paleontologi di tahun-tahun mendatang."
 
(selesai).
 
Sumber: Artikel harian setempat,
Selasa, 2 Agustus 2011, diterjemahkan
secara bebas dan diberi beberapa
 anotasi seperlunya.
 
Salam Historia!
Sumar.

__._,_.___
Recent Activity:
KOMUNITAS HISTORIA INDONESIA (KHI)
>>> Another way to love Indonesia!
Phone: +6221.3700.2345, Mobile: +62818-0807-3636
Email/FB: komunitashistoria@yahoo.com
Twitter: @IndoHistoria
Mailing list: http://groups.yahoo.com/group/komunitashistoria
Homepage: http://www.komunitashistoria.org
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by