Advertise Box

[INDONESIA-Geographic] Re: File : Menaklukkan Rimba Ujung Kulon

 


Perkenalkan..
saya dony,
baru bergabung dgn mailist ini.

wah seru sekali itu pastimas Sutanto..
jadi pengen gabung kalo ada kegiatan sejenis.

btw apakah ada yg pernah ke taman baluran jawa timur?

salam,
dony
--- In Indonesia-Geographic@yahoogroups.com, riffs cougar <cougariffs@...> wrote:
>
> Cool....:)
> kapan gw bs kesini yak.?....
>
> --- On Tue, 19/7/11, Sutanto <tanto@...> wrote:
>
> From: Sutanto <tanto@...>
> Subject: [INDONESIA-Geographic] File : Menaklukkan Rimba Ujung Kulon
> To: "Tamasya" <tamasyaclub@yahoogroups.com>, "Nature Trekker" <nature_trekker@yahoogroups.com>, "Indonesia Geographic" <Indonesia-geographic@yahoogroups.com>
> Date: Tuesday, 19 July, 2011, 6:00 PM
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>  
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Menaklukkan Rimba Ujung Kulon
>
>
> Republika, 16 Juli 2011
>
> Sabda alam
> Menghanyutkan suasanaku
> Kadangkala
> kebosanan
> Mencekam jiwa …
> Sabda alam
> Berbuat kodrat tak
> tertahan
> Rasa nista, rasa cinta
> Berpadu satu …
>
> Lagu "Sabda
> Alam" ini mewakili perasaan saya sewaktu berkunjung ke Taman Nasional Ujung
> Kulon (TNUK). Taman di Pandeglang, Banten, itu menampilkan keeksotisan hutan
> lindung di ujung Pulau Jawa. Ada yang berkecamuk di dada.
>
> Saya bersama
> tiga turis asal Prancis, Vivien Hodde (27 tahun), Claire Hodee, dan Ivan
> D'Hostingue (40), harus mengurus izin dulu sebelum menjelajahi TNUK selama empat
> hari, Juni 2011. Untuk mencapai TNUK, kami harus menggunakan kapal motor. Kami
> berangkat dari perkampungan nelayan di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur,
> Kabupaten Pandeglang. Sekitar tiga jam kemudian, kami tiba di Pulau Peucang yang
> memiliki luas sekitar 450 hektare.
>
> Hari pertama, kami tidak bermalam di
> Pulau Peucang. Nakhoda kami, Dayat, kembali melajukan kapal motornya ke arah
> selatan menuju Tanjung Layar. Inilah ujung dari Pulau Jawa, persis di Selat
> Sunda. Dayat melabuhkan kapalnya di Pantai Cibom.
>
> Sebelum gelap,
> perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki membelah hutan menuju pantai
> selatan, tepat di daerah Ciramea. Jalan setapak yang dilalui tidak semulus yang
> dikira. Semak belukar, ranting, dan batang pohon sering menghambat langkah kaki.
> Belum lagi tanjakan dan turunan terjal yang menguras tenaga, menuntut kita harus
> ekstra hati-hati.
>
> Kicau burung dan sesekali lolongan satwa liar terdengar
> sepanjang perjalanan, menambah ketakjuban pada hutan yang tidak dihuni manusia
> ini. Udara segar dan tumbuhan yang menyuplai oksigen membuat tarikan napas
> menjadi maksimal masuk ke jantung dan paru-paru.
>
> Letih dan lelah setelah
> trekking selama hampir dua jam hilang ketika memandang laut lepas Samudera
> Indonesia. Gelombang laut setinggi tujuh meter menghantam karang dan bebatuan
> hitam di bibir pantai. Irama debur ombak yang bersahutan terdengar seperti sabda
> alam yang memberikan kepuasan dan kebahagiaan tiada tara.
>
> Pantai ini
> merupakan tempat penyu-penyu bertelur. Pasir putih dan hamparan terumbu karang
> merupakan tempat yang sangat disukai penyu. Musim bertelur penyu hijau antara
> April dan Oktober. Penyu naik ke daratan untuk bertelur pada malam
> hari.
>
> Pos pantau bisa dimanfaatkan untuk berteduh dan bermalam bagi
> pengunjung. Ranting dan daun kering yang berguguran kami kumpulkan untuk membuat
> api unggun kecil untuk menghangatkan tubuh dan memasak makanan yang kami
> bawa.
>
> Keesokan harinya, kami harus kembali ke Pantai Cibom, tempat
> jangkar kapal motor disauh. Rute trekking yang dipilih berbeda dengan
> sebelumnya. Kali ini melalui jalur Ciramea-Tanjung Layar-Cibom. Rutenya
> berbentuk segitiga apabila ditarik garis imajiner.
>
> Rute trekking ini
> tidak membelah hutan, tetapi memutar lewat Pantai Selatan ke arah barat menuju
> titik paling ujung Pulau Jawa. Sesekali kami menelusuri jalan setapak di sisi
> hutan, menghindari tebing terjal yang menghambat perjalanan.
>
> Di titik
> paling ujung Pulau Jawa berdiri mercusuar di Tanjung Layar. Mercusuar ini
> mewakili periode yang sangat penting dalam sejarah maritim Indonesia dan sejarah
> kolonial. Dahulu, mercusuar ini dijadikan "ujung pertama" karena letak
> geografisnya yang strategis. Fungsinya sebagai petunjuk arah bagi kapal-kapal
> yang mamasuki Selat Sunda.
>
> Dari atas mercusuar, kita dapat menikmati
> pemandangan berupa laut lepas dengan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Di
> tempat ini, terdapat juga kompleks penjara Belanda yang terdiri atas tiga buah
> kamar yang dihubungkan oleh satu buah lorong. Masing-masing kamar mempunyai
> pintu masuk utama. Penjara ini dulunya diperuntukkan bagi para pemberontak yang
> membantu Sultan Banten pada masa Hindia Belanda.
>
> Gubernur Jenderal Hindia
> Belanda, pada 1808, merencanakan pembangunan pelabuhan laut di Cibom ini. Sultan
> Banten menyediakan pekerja dengan berat hati. Para pekerja banyak yang sakit dan
> menderita, bahkan di antaranya banyak yang meninggal dan yang tersisa pun
> menjadi lemah disebabkan uap beracun yang berasal dari lahan kerja baru. Para
> pekerja kemudian melarikan diri dan pembangunan pelabuhan ini tidak pernah
> terselesaikan.
>
> "Pada masa itu pula, Tanjung Layar menjadi lokasi tempat
> penjara bagi para bajak laut yang membantu Sultan. Mercusuar pertama mungkin
> dibangun sekitar waktu itu," kata Ofat Sofwatuddin, penunjuk jalan yang
> menyertai kami.
>
> Mercusuar pertama diduga dibangun pada awal 1800.
> Sebagian fisik bangunannya terbuat dari batu asli. Namun, pada 1880, bagian atas
> mengalami kerusakan yang parah akibat gempa bumi dan mercusuar akhirnya runtuh
> sesudah letusan Gunung Krakatau pada 1883. Sebagian dasarnya yang bundar
> sekarang dijadikan tangki air besar. Sisa-sisa tangga batu yang melingkar masih
> dapat dilihat di bagian bawah.
>
> Mercusuar yang ada sekarang terbuat dari
> besi, dibangun pada 1972. Berada sekitar 500 meter sebelah timur Tanjung Layar
> (dari mercusuar yang lama). Ketinggiannya mencapai 40 meter atau 65 meter dari
> permukaan laut. Lampunya dapat dilihat dari jarak 25 mil dari
> laut.
>
> Setelah menikmati hamparan laut Selat Sunda dari atas ketinggian
> kompleks mercusuar, trekking dilanjutkan sambil menikmati sisa-sisa Dermaga
> Cibom yang berupa formasi batu bata dan tiang besi pancang. Melihat pal-pal batu
> petunjuk jarak, sumur air, kuburan, dan sisa bangunan pasangan batu bata di
> antara pepohonan besar, seperti melintasi sebuah kampung yang sudah ditinggalkan
> penghuninya. Setiba di Pantai Cibom, kapal motor ternyata sudah
> menunggu.
>
> Di tengah terik matahari, Dayat melajukan kapal ke Taman Laut
> Citerjun yang berada di sekitar Pulau Peucang. Karena berada di laut dangkal,
> kami cukup menggunakan alat snorkling untuk menikmati pemandangan bawah laut.
> Ada beraneka jenis karang dan ikan hias. Kami sempat melihat penyu yang berenang
> dengan anggun di dasar laut.
>
> Selain di Taman Laut Citerjun, pengunjung
> yang hobi menyelam juga bisa ke Taman Laut Cihandarusa. Taman ini terletak di
> sebelah barat Pulau Peucang, sekitar 25 menit dari Dermaga Pulau Peucang. Tempat
> ini sangat bagus untuk diving karena arus laut yang cukup bervariasi dan
> letaknya berhadapan dengan Selat Panaitan.
>
> Kami kembali ke Pulau Peucang
> yang memiliki bibir pantai yang indah dengan pasir putih yang bersih setelah
> puas menikmati taman laut. Di Pulau Peucang, terdapat fasilitas wisata pantai
> dan beberapa penginapan yang bisa disewa. Hari masih sore, setelah check in
> penginapan, Dayat mengajak kami ke kawasan Cibunar, sekitar 15 menit dari
> Dermaga Pulau Peucang.
>
> Di kawasan ini, terdapat padang penggembalaan
> berupa hamparan sabana yang cukup lapang. Padang rumput Cibunar ini terletak di
> pinggir Pantai Cibunar sehingga kami tidak perlu berjalan terlalu jauh dari
> bibir pantai. Sejumlah satwa liar, seperti banteng dan merak hijau tengah keluar
> dari hutan untuk menikmati lezatnya rumput kecil di sabana. Matahari hampir
> tenggelam, kami pun kembali ke Dermaga Cibunar. Waktu yang tepat untuk
> menyaksikan sunset dari ujung dermaga kayu sambil menikmati secangkir teh panas
> yang disediakan Dayat.
>
> Energi telah kembali terisi setelah istirahat
> semalaman. Hawa sejuk dan udara yang segar di pagi hari kami nikmati dengan
> trekking melewati jalur interpretasi Karang Copong. Jalur ini menawarkan
> pengalaman menyusuri hutan hujan tropis dataran rendah yang masih sangat alami
> serta melihat bekas-bekas letusan gunung Krakatau pada 1883 yang sangat
> berpengaruh pada kawasan ini.
>
> Beberapa objek daya tarik yang dapat
> dinikmati selama trekking, antara lain, pohon kiara raksasa yang akarnya
> menjulang tinggi, karang Gunung Koling, satwa rusa, merak, dan babi hutan. Di
> sinilah lokasi berfoto, sebagai kenangan yang boleh dibawa dari Ujung Kulon.
> Wilayah lainnya terlarang.
>
> Siang itu juga kami meninggalkan Pulau Peucang
> menuju Pulau Handeuleum dengan menggunakan kapal motor selama sekitar 2,5 jam.
> Di Handeulem juga ada penginapan yang bisa disewa. Pulau ini banyak dihuni
> monyet ekor panjang dan rusa. Tidak perlu masuk ke dalam hutan untuk menjumpai
> mereka karena kawanan rusa dan monyet ekor panjang kerap berkumpul di sekitar
> penginapan. Namun, kami harus hati-hati terhadap barang bawaannya, terutama
> makanan. Lengah sedikit, monyet ekor panjang akan mencuri makanan
> tersebut.
>
> Di hari terakhir, kami menikmati pemandangan air terjun
> Cigenter sambil menikmati kicauan burung. Untuk sampai ke sana, dapat
> menggunakan sampan berkapasitas maksimal enam orang dengan waktu sekitar satu
> jam. Semerbak aroma khas akar palem di sepanjang sungai, seperti memberikan ion
> positif yang dapat menenangkan emosi dan menghilangkan stres.
>
> Sungai ini
> juga merupakan salah satu tempat favorit satwa primadona Ujung Kulon, badak
> jawa. Badak bercula satu ini kerap berendam untuk membersihkan dan menghilangkan
> kuman di kulitnya yang tebal. Sayangnya, makhluk pemalu ini selalu menghindar
> apabila mencium bau manusia dari kejauhan.
>
> Badak dan satwa liar lainnya
> memang sulit untuk ditemui dalam kunjungan singkat ini. Luas Taman Nasional
> Ujung Kulon yang mencapai 120.551 hektare, yang terdiri atas 76.214 hektare
> dataran dan 44.337 hektare kawasan laut ini, tak mungkin kami jelajahi dalam
> waktu satu hari. n ed: priyantono oemar
>
> Habitat Terakhir Badak
> Jawa
>
> Keberadaan badak jawa pernah tercatat di dataran Malaysia,
> Thailand, Burma, dan Vietnam. Pada 1937, di daerah Hulu Beruan, Selangor,
> Malaysia, ditemukan seekor badak jawa. Kemudian, pada 1963 keberadaan badak jawa
> dilaporkan ada di daerah Nam Noi dan Sai Yoki, Thailand.
>  
> Tetapi, menurut Hoogerwerf (1970), Ujung Kulon merupakan
> satu-satunya tempat di dunia yang memiliki badak jawa yang dapat berkembang
> biak. Di Indonesia, badak jawa pada mulanya diperkirakan tersebar luas di Pulau
> Jawa dan Sumatra (Hoogerwerf, 1970). Di Sumatra Selatan, pada 1933, tercatat
> masih ada badak jawa (Prawirosudirjo, 1975).
>
> Menurut Direktorat PPA
> (1982), sekitar 1800-an, badak jawa masih ditemukan tersebar di seluruh Pulau
> Jawa, yaitu di Gunung Selamet, Kedu (1817), Wonosobo (1833), Rembang (1834),
> Nusa Kambangan (1834), Gunung Ciremai (1897), Periangan Selatan (1876), Cisetu,
> Bandung (1866), dan Telaga Warna dan Pelabuhan Ratu (1880). Hilangnya badak jawa
> di Jawa Tengah dan Jawa Timur diduga akibat perubahan iklim yang memunculkan
> perubahan hutan tropis menjadi hutan musim yang menggugurkan daun.
>
>
> Sekitar tahun 1926, 13 ekor badak jawa terdapat di Garut dan pada 1931
> diperkirakan sekitar enam ekor di daerah Garut selatan. Pada tahun tersebut,
> sekitar 10 ekor badak jawa masih hidup di sekitar Cibaliung dan Gunung
> Pangasuhan kira-kira 50 kilometer di sebelah timur Ujung Kulon. "Saat ini
> populasi badak yang ada di Ujung Kulon sekitar 50 ekor," kata Kepala Balai Taman
> Nasional Ujung Kulon Agus Priambudi.
>
> Habitat badak jawa di Ujung Kulon
> diperluas sekitar 4.000 hektare menjadi sekitar 42 ribu hektare. Area perluasan
> wilayah hidup badak jawa mencapai ke Gunung Honje, Kabupaten Pandeglang, Banten.
> Perluasan habitat ini untuk meningkatkan populasi hewan yang memiliki nama
> ilmiah Rhinoceros sondaicus itu.
>
> Menurut Agus, perkembangbiakan badak
> bercula satu ini sangat menggembirakan. Tahun ini, terlahir empat ekor badak.
> "Ini artinya, badak jawa berkembang," kata Agus. Agus mengungkapkan, video jebak
> yang dipasang di TNUK berhasil mengidentifikasi keberadaan dua induk badak jawa
> bersama anaknya di kawasan TNUK.  Dalam video tersebut, terekam anak badak
> yang berkelamin jantan berumur sekitar satu tahun. Terekam juga anak badak
> dengan ukuran badan yang lebih besar, yang diperkirakan berumur dua
> tahun.
>
> Bukti keberadaan dua anak badak ini merupakan penemuan penting
> karena memberikan informasi dinamika populasi badak jawa di TNUK. Populasi badak
> jawa di TNUK tetap stabil pada kisaran 50 individu.
>
> Populasi badak tidak
> bertambah karena ditemukan juga tiga ekor badak yang mati sepanjang tahun lalu.
> Ketiga ekor badak jawa yang ditemukan mati tersebut sudah dalam bentuk kerangka
> dan diperkirakan mati karena faktor alami. muhammad fakhruddin ed: priyantono
> oemar
>
> Keanekaragaman Hayati
>
> Taman Nasional Ujung
> Kulon (TNUK) tidak hanya sebagai tempat hidup badak jawa. Hutan lindung seluas
> 120.551 hektare ini juga rumah bagi 30 jenis mamalia, 21 jenis reptil, 17 jenis
> amfibi, 270 jenis burung, 63 jenis terumbu karang, dan 175 jenis ikan. TNUK juga
> memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan alamnya yang sangat
> asri.
>
> Ujung Kulon memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga
> kelestarian sumber daya alam hayati dan keseimbangan ekosistem. Kawasan
> pelestarian alam di Indonesia memiliki tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem
> lautan, ekosistem pesisir, dan ekosistem daratan. Dengan dataran seluas 76.214
> hektare dan 44.337 hektare kawasan laut, TNUK merupakan hutan tropis dataran
> rendah terluas yang menjadi paru-paru dunia.
>
> TNUK terbagi dalam tiga
> wilayah, yaitu Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, dan Pulau Panaitan. Pada
> zaman dulu, Semenanjung Ujung Kulon dan Pegunungan Honje dipercaya sebagai ujung
> selatan dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan, kemudian terputus pada 15
> ribu-20 ribu tahun silam.
>
> Dengan potensi yang ada, Taman Nasional Ujung
> Kulon merupakan kesatuan ragam alamiah yang memesona bagi kegiatan wisata alam,
> ilmiah, dan budaya.  (muhammad fakhruddin ed: priyantono
> oemar)
>

__._,_.___
Recent Activity:
____________________________________________________________________________
Facebook:http://www.facebook.com/group.php?gid=48445356623
Multiply: http://IndonesiaGeographic.multiply.com
Multiply: http://GeographicIndonesia.multiply.com
____________________________________________________________________________
Hapus bagian yang tidak perlu untuk menghemat bandwidth. Sisakan 1 atau 2 thread agar tidak membingungkan yang lain.
Apabila topik pembicaraan berubah, usahakan Subject juga diubah sesuai topik
----------------------------------------------------------------------------
.

__,_._,___

+ Add Your Comment

Sponsored by