Advertise Box

Tampilkan postingan dengan label Bedah Buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bedah Buku. Tampilkan semua postingan
0
 
Rabu, 4 Mei 2011 11:14

Membedah Konsep Negara Islam



Oleh : Ali Rif'an
Judul: Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam
Penulis: Dr Abdul Aziz MA
Pengantar: Prof Dr M Bambang Pranowo, Prof Dr Achmad Mubarok MA
Penerbit: Alvabet, Jakarta
Tahun: I, Maret 2011
Tebal: xxiv + 398 Halaman





Baru-baru ini, publik Indonesia kembali diguncang dengan kabar pengrekrutan anggota Negara Islam Indonesia (NII) di Malang,  Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta. Fenomena ini sontak memunculkan keresahan banyak kalangan sekaligus menimbulkan satu pertanyaan mendasar: apa sebenarnya motif mereka?


Ada dua alasan yang sering diberitakan media. Pertama, mereka menganggap sistem pemerintahan Indonesia sudah tidak layak pakai karena tidak mampu menjawab persoalan kebangsaan, seperti kemiskinan dan kesejahteraan. Kedua, sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia memakai konsep negara Islam. Bagi mereka, Islam mempunyai konsep sendiri dalam dunia politik yang sangat "ideal" dan pernah dilakukan oleh Rasulallah SAW.


Karena itu, selain NII, di Indonesia, tiga gerakan resmi yang menginginkan berdirinya negara Islam adalah Hizbu Tahrir Indonesia (HTI), Komite Persiapan Pembentukan Syariat Islam (KPPSI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Padahal, secara konseptual, banyak kalangan yang salah paham tentang negara Islam. Konsep khilafah yang pernah dianut umat Islam sepeninggal nabi Muhammad SAW sebetulnya sama dengan kesultanan. Keduanya merupakan bentuk monarki dalam sistem pemerintahan.
Konsep negara Islam, menurut pemikiran ulama klasik semisal Ibnu Abi Rabi' dan Al-Maward adalah konsep kenegaraan yang berbasis monarki seperti khilafah dan kesultanan. Sedangkan bagi intelektual kontemporer Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Rido', konsep kenegaraan adalah konsep negara-bangsa (nation-states).


Berpijak pada pemikiran Al-Afghani dan Rashid Rido', pada masa pemerintahan Rasulullah belum bisa dinyatakan sebagai negara. Sebab, semua sistem pemerintahan dan kepemimpinan masih bertumpu pada Muhammad SAW. Jika zaman Rasulullah disebut-sebut zaman ideal daulah islamiah oleh kelompok Hizbut Tahrir, sebetulnya ketika itu masih proses institusionalisasi kepemimpinan.


Buku berjudul Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam besutan Dr Abdul Aziz MA ini ingin membedah bagaimana sebenarnya konsep negara Islam. Sebab, sebagian pemikir dan aktivis politik Islam meyakini bahwa pengorganisasian masyarakat Muslim Arab di Madinah pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin merupakan wujud Negara Islam. Keyakinan ini tampaknya lebih didasarkan pada pemahaman normatif-ideologis atas sejarah Islam awal. Alhasil, Negara Islam ditempatkan pada posisi yang sakral, bahkan dianggap tipe ideal (ideal type) bentuk negara yang wajib dibangun kembali oleh umat Islam dewasa ini.


Karena itu, menurut Abdul Aziz, kesahihan pemahaman di atas perlu diuji kembali. Sebab, jika di jazirah Arab namanya khilafah, di kawasan lain, seperti Turki dan India saat itu namanya kesultanan. Pasalnya, ulama Islam mencari rujukan pembentukan negara melalui berbagai ijtihad karena meninggalnya Rasulullah mewariskan organisasi umat yang terdiri atas berbagai ras dan suku.


Buku ini diracik dengan menggunakan pendekatan dan metode interpretasi historis-sosiologis. Penulis mampu secara apik menyuguhkan pandangan-pandangan baru sekaligus memaparkan secara proporsional kontribusi Islam bagi pembentukan negara (state formation) pada masa-masa awal. Terdapat tiga pandangan yang menjadi titik kisar dalam kajian buku ini.


Pertama, pandangan yang mewajibkan pendirian negara Islam yang tunduk pada syariat Islam. Jika diruntut, ideologisasi negara Islam berawal dari krisis legitimasi menyangkut kekuasaan imamah (pemimpin) dan kesatuan ummah (rakyat). Sebagai respons terhadap situasi ini, Ibnu Taimiyah tampil sebagai pemikir muslim yang pertama kali menjadikan penegakan syariat Islam sebagai fokus pembahasan fikih politik. Ibnu Taymiyah memandang perlu untuk merumuskan syariat Islam yang murni (hlm. 148).


Kedua, pandangan sekuler dengan memisahkan negara dan agama. Di Timur Tengah, pandangan ini dimotori oleh ulama-ulama kontemporer semisal Jamaluddin Al-Afghani dan Rashid Rido', sementara di Indonesia, tokoh yang santer menyuarakan pandangan ini adalah almarhum Cak Nur (Nurcholish Madjid). Pandangan Cak Nur ini tersirat dalam slogan kontroversialnya,"Islam Yes, Partai Islam No".


Ketiga, pandangan akan internalisasi nilai-nilai Islam dalam bernegara dengan konsep kombinasi nilai-nilai Islam dalam praktek bernegara tanpa menyematkan negara Islam atau negara sekuler. Dalam konteks ini, Islam dan tradisi kultur serta konteks kebangsaan sama-sama berperan. Kesemuanya bisa mengentaskan masyarakat yang semula tak bernegara (stateless) menuju masyarakat dengan sebentuk pranata kekuasaan terpusat, disebut dengan chiefdom.


Di sini, bisa dipahami bahwa dalam proses bernegara sangatlah penting  mengembangkan demokrasi politik dengan landasan nilai-nilai Islam tanpa harus menggaung dengan konsep negara Islam. Sebab, Islam akan tampil pada isinya, bukan kulitnya. Indonesia, dengan konsep Pancasila, sebanarnya sudah mengandung nilai-nila keislaman yang justru sangat substansial dan egaliter.
Buku ini pada awalnya merupakan disertasi doktor Dr Abdul Aziz MA di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta taun 2010. Melali buku ini, penulis mencoba menguak asal usul munculnya apa yang disebut daulah islamiyah itu. Ditulis berdasarkan data sejarah dan realitas sosial, buku ini seolah mampu merekonstruksi secara halus dengan format teoritik tentang pertautan antara Islam dan pembentukan negara.
Karena itu, sebagaimana dikatakan Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, buku ini sangat kaya dengan inspirasi, aspirasi, dan nilai-nilai bagi pembentukan negara modern.


Peresensi adalah Ali Rif'an, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Aktif di Pusat Studi Lintas Agama Piramida Circle Jakarta.
Terbit di Harian Umum Jawa Pos,Minggu, 1 Mei 2011
Koleksi buku ini tersedia Perpustakaan the Wahid Institute


http://www.wahidinstitute.org/Resensi/Email_page?id=62/hl=id/Membedah_Konsep_Negara_Islam

=============================
PT Pustaka Alvabet (Penerbit)
Jl. SMA 14 No. 10, Cawang, Kramat Jati,
Jakarta Timur, Indonesia 13610
Telp. +62 21 8006458
Fax.  +62 21 8006458
www.alvabet.co.id
0
 
DATA BUKU:
Judul               : Merumuskan Ulang Jaminan Sosial
Judul Asli        : Reinventing Social Security Worldwide: Back to Essentials
Penulis            : Vladimir Rys
Penerjemah    : Th. Dewi Wulansari
Editor             : Wendratama
Penerbit         : Alvabet
Cetakan          : 1, Mei 2011
Ukuran           : 15 x 23 cm
Jilid                  : Hardcover (Jaket)
Tebal               : 208 halaman
ISBN                : 978-602-9193-00-8
Harga              : Rp. 85.000,- 



SINOPSIS:
 
Buku ini ditulis untuk membela integritas lembaga jaminan sosial terkait program perlindungan sosial. Dalam buku yang menggugah pemikiran ini, Vladimir Rys berpandangan bahwa kecenderungan ke arah kaburnya peran jaminan sosial dan bantuan sosial harus diperjelas kembali.
Roddy McKinnon, International Social Security Review

 
Sebelum terjadi krisis keuangan baru-baru ini, tren global perlindungan sosial dalam masyarakat industri menunjukkan semakin meningkatnya ketidakterikatan negara untuk mendukung program-program perlindungan sosial melalui dana pajak. Kecenderungan ini menjadikan negara gagal menjamin warganya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar mereka secara layak.
Bermodal pengalaman internasional yang panjang di bidang jaminan sosial, Vladimir Rys menganjurkan agar penyelenggaraan jaminan sosial kembali kepada prinsip-prinsip dasar, misalnya dengan mengurangi besaran redistribusi pendapatan, meningkatkan transparansi arus uang, dan mengembangkan saluran informasi bagi warga. Ia juga mengingatkan terkait hal-hal yang mesti dijaga dalam perekonomian nasional untuk membentengi lembaga-lembaga jaminan sosial dari terpaan badai ekonomi di masa depan.
Buku ini sangat menarik dan penting terutama bagi para mahasiswa, peneliti, dosen, pembuat kebijakan, aktivis sosial, kalangan profesional yang berurusan dengan lembaga jaminan sosial, serta kelompok masyarakat sipil sekalipun.
 
 
BIODATA PENULIS:
 
VLADIMIR RYS lahir pada 1928 di negara yang dulu dikenal sebagai Cekoslowakia. Setelah kudeta komunis pada 1948, ia menghentikan kuliahnya di Charles University, Praha, lalu pindah ke Inggris. Setelah bekerja selama beberapa waktu, ia mendapat beasiswa untuk belajar sosiologi di London School of Economics and Political Science (LSE). Dari sini, ia melanjutkan studi doktoralnya ke Sorbonne, menulis disertasi yang membandingkan jaminan sosial di Prancis dan Inggris. Kembali ke LSE pada 1958, ia bekerja sebagai asisten peneliti senior untuk Profesor R.M. Titmuss.
Pada 1960, Rys menjadi staf di International Social Security Association (ISSA) di Jenewa. Dia bertanggung jawab atas kegiatan riset dan dokumentasi pada lembaga dunia di bidang administrasi jaminan sosial ini. Pada 1975, Rys diangkat menjadi Sekretaris Jenderal ISSA.
Setelah pensiun pada 1990, dia kembali terjun ke dunia akademis dalam suatu studi sosiologis yang terutama diperuntukkan bagi perbaikan jaminan sosial di Eropa Tengah. Kegiatan ini meliputi tugas-tugas mengajar jangka pendek di Charles University, menjadi salah satu pemimpin pusat studi di Universitas Jenewa, dan memberikan presentasi di berbagai organisasi profesi. Kajiannya tentang perbaikan jaminan sosial di Republik Ceko, Social Security in a Society in Transition: The Czech Experience,  diterbitkan di Swiss pada 1999. Saat ini, fokus penelitiannya tertuju pada masalah jaminan sosial di tingkat dunia.

=============================
PT Pustaka Alvabet (Penerbit)
Jl. SMA 14 No. 10, Cawang, Kramat Jati,
Jakarta Timur, Indonesia 13610
Telp. +62 21 8006458
Fax.  +62 21 8006458
www.alvabet.co.id
_

Sponsored by